Penyesalan.

208 38 13
                                    

Kayvi membuka helm dan menaruhnya di spion. Ia turun, melangkah masuk ke dalam taman yang pernah ia kunjungi dengan Keysa. Matanya langsung menangkap  perempuan yang masih menyandang status sebagai kekasihnya berdiri bersandar pada pembatas darat dengan perairan di bawah.

Menghela napas, Kayvi berusaha tersenyum dan menghampiri. Ia menerima minuman es mojitos berwarna biru seperti milik Fanny. Melihat kening kekasihnya yang menyerngit karena matahari terlalu terik walau sudah sore, Kayvi menggenggam tangan putih pucat itu menuju sebuah kursi besi.

Keduanya diam beberapa saat menikmati angin dan minuman mereka. Taman itu ramai seperti biasa, banyak orang lewat dari depan mereka sekedar berjalan atau berlari. Fanny terkekeh melihat seorang anak kecil yang begitu percaya diri difoto oleh pria yang mungkin adalah ayahnya.

Kayvi melirik dari ujung matanya, melihat keringat yang mulai muncul di pelipis sang kekasih membuatnya berdecak. Ia membuka jaketnya, menutupi kepala Fanny yang sedikit terkejut dengan sikap itu.

"Terima kasih," ucap Fanny dengan senyum kecil memperbaiki letak jaket itu.

Keduanya kembali terdiam hingga minuman Kayvi hanya tinggal es yang mulai mencair.

"Kayvi," lirih Fanny akhirnya.

Kayvi tak menjawab. Ia hanya menatap ke depan dengan pikiran yang melayang.

"Kay?"

"...."

"Kayvi?!" Fanny menaikkan nada suaranya, menyentuh bahu kekasihnya itu hingga terlonjak kaget.

"Iya Key?" ucap Kayvi refleks. Ia segera mengatupkan mulutnya menyadari perempuan di sampingnya itu. "Maksud gue ...—"

"Kayvi," panggil Fanny menyela. "Fanny ada pertanyaan."

Kayvi menatap mata yang awalnya berbinar perlahan mulai sendu dan menghindari tatapannya. "Apa?"

"Selama kita pacaran, apa aku ... jadi beban untukmu?"

Kayvi kembali terdiam mendengar pertanyaan itu.

"Gitu ya," lirih Fanny berbisik. Ia menghela napas, menatap lurus ke depan lagi. "Papa bilang, ada dokter yang bisa operasi Fanny di London."

Kayvi hanya menatap sebagai respon.

"Nanti malam, mama, papa dan Fanny akan berangkat."

"Jam berapa?" tanya Kayvi akhirnya.

"Tujuh."

Kayvi mengangguk-angguk. "Gue antar—"

"Aku mau putus," ucap Fanny dengan sekali tarikan napas.

Kayvi praktis menaruh perhatiannya pada sang kekasih. "Putus?!"

Fanny mengangguk. "Kayvi janji sama mama hanya sampai Fanny operasi. Jadi ... ayo kita putus."

"Itu alasanmu?" tanya Kayvi menaikkan alisnya.

Fanny diam sebentar lalu menganggukkan kepalanya. "Kayvi gak perlu repot-repot jagain Fanny lagi. Sekarang Kayvi punya banyak waktu bareng Keysa lagi kayak dulu."

Kayvi menganggukkan kepalanya. "Oke ... kalau itu mau lo, kita putus."

Fanny menarik napasnya lalu berdiri dengan senyum lebar. "Fanny harus pulang sekarang, ada yang perlu di urus lagi," ucapnya memberikan jaket itu pada pemiliknya.

Fam(ily)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang