Keysa sedang duduk di sofa ruang tamu. Menonton film yang sebenarnya tak niat ia tonton. Hanya sebagai peramai suasana saja dengan Albi di sampingnya.
Dalam diam yang tak seperti biasa.
"Susu coklatnya, Non."
Keysa bergerak meraih mug kesayangan miliknya.
Disampingnya, Albi melirik dengan senyum tipis. "Bilang apa, Key?"
Keysa menyesap susu coklatnya sebentar. "Makasih."
Singkat, Jelas, dan Padat.
"Yang sopan, dek."
"Makasih, Bi."
Bibi hanya tersenyum kemudian pergi. Meninggalkan keduanya dalam sepi yang kembali.
"Hm, Keysa kok diam aja?" tanya Albi membuka pembicaraan.
Keysa menarik napasnya dalam. "Hanya sedang berpikir."
Albi melirik lagi dengan alis yang sedikit terangkat. "Setelah sekian lama, akhirnya Keysa gunain otak lagi buat mikir."
Keysa tersenyum tipis menanggapi ucapan itu. "Tapi sampai sekarang, Keysa belum tau jawabannya."
Albi kini mengerut bingung. "Boleh kakak tau apa yang Keysa pikirkan?"
"Untuk apa?"
"Mungkin Kakak bisa bantu Keysa."
Keysa lagi-lagi tersenyum. "Kak Albi janji bakal kasih jawaban yang memuaskan?."
Albi tersenyum sambil mengangguk. "Sebisa Kakak."
Keysa kembali menyesap susu coklatnya, kemudian terdiam sebentar dengan kaki yang ia tekuk meletakkan mugnya di atas lutut. Menikmati aroma coklat panas yang mulai memenuhi penciumannya. "Keysa hanya berpikir ...."
Albi mulai mengambil duduk bersila sila menghadap Keysa.
"Apa kesalahan yang sudah Keysa lakukan?"
Albi mengerutkan keningnya. "Memangnya Keysa lakuin kesalahan apa?"
Keysa menggeleng pelan, kembali menyesap susu coklatnya. Berusaha menyusun kata-kata yang akan diucapkan di dalam pikirannya. "Keysa pikir, Keysa lakuin suatu kesalahan besar, karena itu mama dan papa bercerai."
"Key—"
"Alasan mama papa bercerai karena Keysa, 'kan?"
Tak memberikan jawaban, Albi perlahan mendekat menyentuh bahu adiknya. Keysa menepisnya pelan sambil menyesap susu coklatnya lagi. Ia sedang berusaha menahan tangisnya.
Melihat itu, Albi tertawa pelan. "Keysa jadi melow gini, huh? Keysa 'kan orang yang kuat—"
"Untuk saat ini tidak. Keysa sangat lelah."
"Lelah kenapa? Keysa ngerjain peker—"
"Keysa tidak tau."
Albi diam, keningnya masih berkerut menunggu sang adik berbicara.
"Mungkin karena keluarga satu-satunya yang Keysa miliki sudah membohongi Keysa."
Albi seketika terdiam menatap Keysa dalam.
"Mungkin karena Keysa pikir kehadiran Keysa penyebab keluarga ini hancur."
"Key—"
"Kenapa Kak Albi harus bohongi Keysa? Kenapa Kak Albi harus kecewain Keysa?"
"Kakak—"
"Keysa bisa bohong sama mama, Keysa bisa bohong sama papa, Keysa bisa bohong sama mommy, Kayvi, Galava, Stavy, Irene, bibi," ucap Keysa menyesap susu coklatnya lagi.
"Tapi Keysa tidak pernah bisa bohong sama Kak Albi," lanjutnya."Kenapa?"
"Karena Kak Albi satu-satunya keluarga yang Keysa miliki sampai saat ini. Mommy, Kayvi, Galava, dan yang lain hanya sebagai pelengkap saja. Nyatanya, Kak Albi tetap menjadi satu-satunya yang Keysa miliki."
"Key—"
"Waktu Keysa datang bulan, perut Keysa sakit, sakit banget. Keysa manggil-manggil Kak Albi tapi Kakak gak ada, Keysa manggil bibi tapi bibi juga gak ada. Akhirnya Keysa telpon Kayvi, tapi kakak tau apa yang paling Keysa butuhin saat itu?" Tanya Keysa melirik Albi.
Albi menunduk, tak berani menatap mata itu.
Keysa kembali memalingkan wajahnya menatap tv. "Keysa gak butuh Kayvi, Keysa gak butuh mommy, Keysa gak butuh Kak Galak, Keysa gak butuh bibi, Keysa juga gak butuh obat. Keysa cuma butuh Kak Albi di samping Keysa."
Keysa menarik cairan yang mulai keluar dari hidungnya. Menyesap susu coklatnya lebih banyak. "Tapi sekarang Keysa tau alasannya. Kak Cwen ... 'kan?"
Albi semakin terdiam.
Keysa tertawa pelan. "Sekarang Kak Cwen lebih penting dari Keysa."
"Key—"
"Apa alasan Kak Albi gak pulang kemarin karena Kak Cwen?"
Albi kembali tertunduk.
"Apa Keysa juga akan kehilangan Kak Albi?"
Albi mendongak, menatap wajah Keysa dari samping dengan lekat. "Keysa gak akan pernah kehilangan kakak. Keysa akan tetap menjadi yang terpenting. Hari itu kakak memang sama Kak Cwen, tapi bukan itu alasan kakak pulang larut, Key."
"Lalu apa?"
"Ada sesuatu yang harus kakak urus."
Keysa mengangguk kecil. "Sekarang semua urusan Kak Albi hanya akan menjadi urusan Kakak sendiri. Keysa—"
"Sama seperti Keysa tidak ingin kehilangan kakak, seperti itu juga kakak, Key. Kamu harus tau itu."
"Keysa pikir, Keysa mungkin terlalu egois mengekang Kak Albi. Seorang adik tidak—"
"Key—"
"Seharusnya mengekang kebebasan sang Kakak. Seorang adik tidak seharusnya sedekat itu—"
"Key!"
"Ayo kita tidur bareng, Kak."
Albi berdecak, memalingkan wajahnya berusaha mengatur napasnya yang seketika memburu.
"Sebelum Keysa benar-benar kehilangan keluarga—"
"KEYSA!!"
Keysa menyesap susu coklatnya dengan tangan gemetar.
"Kita gak bisa tidur bareng Key, kakak cowok."
"Kayvi juga cowok Kak!!"
"Key ...."
Keysa mengangguk pelan. "Aku tidak akan memaksa."
Albi mengacak rambutnya frustasi mendengar suara lirih adiknya itu.
"Keysa hanya sedikit merindukan masa kecil Keysa. Masa di mana Keysa selalu merasakan pelukan sepanjang tidur."
Albi semakin frustasi mencengkram rambutnya erat.
Keysa berdiri meletakkan mugnya di meja. "Keysa tidur dulu."
Keysa berjalan cepat menaiki tangga. Masuk ke dalam kamar, menutup pintu dengan pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas kasur seiring dengan air mata yang mulai keluar. Ia masuk ke dalam selimut, memeluk dirinya sendiri berusaha untuk tenang.
Ceklek
Keysa semakin mengeratkan pelukan pada dirinya sendiri. Merasakan gerakan kasur yang bergoyang malah membuatnya semakin menangis. Tangan yang mulai melingkar di sekitar pinggangnya, mendekap tubuhnya dengan erat.
"Keysa rindu ini 'kan? Keysa ingin dipeluk saat tidur? Kakak akan melakukannya untuk Keysa. Tidur, Key."
Keysa membalikkan tubuhnya, menyembunyikan dirinya di dalam dekapan itu. "Keysa izinin Kak Albi pacaran sama Kak Cwen."
***
Vote💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Fam(ily)
Teen FictionIni Kisah Keysa. Yang tidak pernah merasakan masa 'jomblo'. Karena setiap putus dari pacarnya, Keysa masih punya tiga cadangan. -Galava. -Kayvi. -Albivaran(?) *Ini bukan short story yang masalahnya selesai satu chapter aja. *Walau setiap chapter p...