Lagi dan lagi kamu pergi demi sesuatu yang bahkan aku sendiri tak mengerti. Rasa perih yang sering kali singgah kini terus bertambah. Penyebabnya tetap sama, kamu Bumi.
• • •
Bulan duduk di kursi pengemudi dengan gugup. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali Bulan menarik nafas panjang untuk meredakan debaran jantungnya yang menggila. Tak bisa menyembunyikan rasa bahagia Bulan mengembangkan senyum.
'Tuhan jangan buat kebahagiaan malam ini menjadi kesuraman,' harap bulan.
"Bulan semangat!" Lena mengepalkan tangannya menyemangati.
"Bumi pasti udah dateng, lo harus percaya sama dia." Agata tersenyum memberi sejuta harapan.
"Baby lo harus pulang dengan senyum, gue gak mau lihat lo galau-galau lagi."
"Semangat Lan. Kita bakal pulang lo baik-baik di sini."
"Kalo ada apa-apa telepon aja."
Bulan tersenyum lebar, terharu mendengar teman-temannya peduli padanya.
"Thanks semuanya. Kalian pulang aja nanti gue bisa pulang sendiri."
"Oke, baik-baik lo disini."
"Have fun, sayang."
"Daa!!"
Bulan turut melambaikan tangannya, membalas lambaian tangan mereka.
Sekali lagi helaian nafas panjang masuk dari hidungnya lalu keluar dari mulutnya. Kaki jenjang itu perlahan melangkah masuk, begitu anggun. Membuka pintu restoran yang langsung menjadi sorotan semua pasang mata.
Bulan yang sudah biasa dengan tatapan itu memilih mengabaikannya. Perjalan menuju kasir tak menampakan bahwa dia begitu gugup.
"Ada yang bisa saja bantu, kak?" Pramusaji bertanya.
"Meja atas nama Davino Bumi Pradipta," jawab Bulan cepat.
"Sebentar ya kak." Bulan mengangguk mengiyakan.
Melihat jari tangan pramusaji itu bergerak lihai mengetik sesuatu. Beberapa detik kemudian dia mengangkat kepalanya melihat ke arah bulan.
"Atas nama Davino Bumi Pradipta ada di lantai paling atas kak. Meja nomor 27."
"Terimakasih, kak." Bulan meninggalkan kasir, menuju lift yang ada di sana menekan angka 6 kemudian menunggu.
Beberapa saat kemudian lift terbuka, Bulan sedikit ragu mengetahui di sana ada 2 laki-laki yang sepertinya tidak ada niatan ingin keluar. Karena tidak ada pilihan lain, Bulan masuk berada di tengah-tengah mereka. Sedikit risih memang, Bulan berharap lift ini berjalan lebih cepat.
Namun, detik-detik berlalu terasa sangat lambat. Berkali-kali Bulan memergoki laki-laki disebelah kirinya sedang mencuri pandang ke arahnya. Bulan berdiri dengan posisi sigap. Kemudian tanpa pikir panjang dia melangkah mundur satu langkah.
Tersenyum sinis saat tangan laki-laki yang sekarang berada di depannya menggapai udara kosong. Niatnya ingin merangkul Bulan, lebih dulu Bulan ketahui.
"Lancang," ucapnya membuat laki-laki itu tesurut emosi.
"Berani banget lu ya." Cowok itu menatap Bulan nyalang, melangkah maju sedikit demi sedikit.
Bulan hanya diam di tempat, tak berniat untuk menghindar. Justru semakin tersenyum menyeringai. "Ada CCTV masih ada aja kejadian kaya gini. Gak guna banget," cibirnya seolah merendahkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS TAKDIR
Teen FictionPantesan susah buat dapetin hati bumi. Orang bumi aja gak punya hati! • • • • Bulan cantik? Jelas. Bulan manis? Jangan di tanya lagi permen aja insecure lihat dia. Bulan pinter? Pasti, buku aja minder kalo di baca sama dia. Terus ada gak kekurangan...