50| Garis Takdir

1.1K 77 1
                                    

Aku rela jadi tokoh antagonis dicerita kamu. Asalkan endingnya aku sama kamu bersatu.

• • •

Kembali di ruangan yang cukup luas, dengan sebuah tempat tidur dan beberapa meja dengan berbagai alat medis sederhana. Libra tersenyum kecil melihat laki-laki yang paling dicintainya tengah tertidur pulas dengan posisi duduk dan kepala yang bersandar di samping kasur yang ia tempati.

Perlahan tangannya bergerak mengusap rambut hitam yang terasa lembut.

"Rambut kamu dulu gak selebat ini," Libra bergumam lirih, tersenyum mengingat masa kecilnya.

Ia lalu menghela nafas panjang, seakan ada beban berat yang ia tanggung. "Bumi andai kamu bisa sayang sama aku. Bisa nerima aku. Aku gak akan jadi tokoh antagonis dihidup kamu."

"Kenapa? Kenapa kamu ngelupain aku gitu aja? Bahkan saat aku koma pun aku masih ingat sama kamu. Saat aku membuka mata, yang aku pengen lihat itu cuma kamu. Tapi, saat itu aku kecewa karena bukan kamu yang aku lihat pertama kali." Libra menatap wajah polos Bumi lamat.

"Tapi kali ini aku bahagia. Karena saat aku terbangun tadi. Kamu yang aku lihat pertama kali. Satu impian aku tercapai. Dan saat ini aku mau menggapai impian-impian aku yang lain. Apapun caranya. Sampai kamu benar-benar jadi milik aku."

Tes.

Satu air mata berhasil menetes dari pelupuk mata Libra. Tapi senyum kecil masih ia perlihatkan. Setelah nanti apa yang akan terjadi, dia tidak akan pernah menyesal. Keputusannya telah bulat. Dia akan merebut kembali apa yang menjadi miliknya. Apapun caranya.

Biancaa
Now?

Yes, jangan sampai gagal

Tenang
Anggota gue gak pernah mengecewakan

Gue pegang kata-kata lo

Gue juga pegang janji lo

Jika lo berhasil

Libra menutup room chatnya dengan Bianca. Lalu menghela nafas panjang. Misinya kali ini sederhana, dan dia akan bermain sebagian sutradara yang proposional. Membuat cerita dibawa kendalinya. Libra menyeringai, mengambil cepat ponsel Bumi yang tergeletak begitu saja diatas meja kecil tempat meletakan makanan.

Ponsel itu menyala ketika Libra buka, tapi sayangnya layarnya terkunci. Bukan masalah besar untuk Libra yang telah menyusul rencana ini dengan sempurna. Libra mendekatkan ponsel disamping telapak tangan Bumi. Lalu mengangkat jari telunjuknya untuk ia letakan pada pendeteksi sidik jari. Tanpa butuh waktu lama layar itu terbuka. Libra tersenyum lebar.

"Kamu masih sama seperti dulu, Bumi. Tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sampai kamu tidak bisa membedakan mana air putih murni dan mana air putih dengan obat tidur di dalamnya." Libra menggeleng prihatin.

"Calon suamiku yang malang." Libra membela lembut pipi Bumi, lalu tertawa pelan.

Tanpa membuang waktu, Libra membuka line untuk mengirim pesan pada Bulan.

'Temui aku di bagian timur hutan, saat jejak malam nanti.'

Kalimat itu yang kali pertama Libra tulis. Tapi setelah itu ia menyadari bahwa Bumi dan Bulan tidak menggunakan aku-kamu tapi dengan menyebut nama. Baiklah, Libra menghapus pesan itu lalu menggantinya.

GARIS TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang