53| Garis Takdir

1K 78 1
                                    

Semakin aku jauh darimu, rasa ini semakin nyata. Bahwa aku bukan hanya mencintaimu, tapi juga merindukanmu.

• • •

Berendam air hangat membuat tubuh Bumi terasa lebih ringan. Bumi menyandarkan kepalanya, lalu memejamkan mata. Menghirup dalam-dalam lilin aroma terapi yang beberapa menit lalu dinyalahkan oleh Mentari.

Bumi memiliki kuasa atas tubuhnya, tapi tidak dengan pikiran. Nyatanya saat tubuhnya tengah tenang, justru pikiran masih terasa penuh. Bagai benang yang terlilit oleh tubuhnya sendiri, ditambah lilitan benang lain. Berkumpul menjadi gumpalan yang menyesakan dadanya.

Sebuah foto yang menampilkan sang kekasih tengah memeluk orang lain terukir jelas dalam benaknya. Bagaimana bisa Bulan bermain di belakangnya? Apa dia telah lelah karena sikap Bumi yang kerap menyakitinya? Apa Bulan sekarang membencinya, dan memilih orang lain? Tapi kenapa? Semua ini terlalu tiba-tiba. Apa lagi 'orang lain' itu adalah temannya sendiri.

Bumi tak sepenuhnya percaya, tapi bukti itu telah didukung kuat oleh fakta-fakta yang lain. Dia ingat jelas bagaimana sikap Ega yang membela Bulan hari itu. Dia membela kekasihnya didepannya dan menyalahkan dirinya? Ega tidak pernah mengurangi rasa hormat pada Bumi selama ini. Tapi hari itu seolah tidak ada lagi rasa hormat dari tatapan matanya.

Ditambah dengan fakta mengejutkan yang baru dia dengar dua hari yang lalu. Menambah beban pikiran hingga dia tak sempat untuk sekedar bertanya kabar pada Bulan. Karena kabarnya sekarangpun patut untuk dipertanyakan.

Dia harus menikah dengan Libra, terhitung lima hari lagi dari sekarang. Dan itu berarti tepat pada tanggal 2 Desember 2020, hari dimana dia berulang tahun. Harusnya hari itu akan menjadi hari terbaiknya, tapi kenyataan justru memberi fakta terburuknya. Bumi ingin sekali melawan, namun apa daya tidak ada yang bisa menolongnya saat ini. Kecuali Tuhan, namun apa dia boleh untuk berharap?

"Dek, kalo udah turun ya? Kita sarapan bareng." Suara lembut dari luar membuat Bumi membuka mata.

"Hem," Bumi hanya membalas dengan gumaman.

Sekali lagi mengguyur tubuhnya dengan air hangat dari sower yang memancar. Membungkus tubuh telanjangnya dengan handuk, lalu keluar dari kamar mandi. Mendapati kakaknya duduk nyaman diatas sofa. Dengan pakaian rapi, dress berwarna maron.

"Kak," tegur Bumi, Bintang segera mengalihkan perhatian dari ponsel menatap adiknya.

"Oh udah selesai? Kata Mama bajunya disuruh pakai itu." Bintang menunjuk sebuah kemeja yang juga senada dengan warna gaunnya.

"Mau ngapain emangnya?" tanya Bumi, sembari mengambil kemeja tadi.

Bintang hanya mengangkat bahu, "Gak tau. Adek siap-siap aja. Kakak keluar ya?"

Bumi mengangguk, tanpa banyak bertanya langsung memakai kemeja marron. Di padukan dengan celana jeans senada, bumi terlihat lebih dewasa dengan penampilan seperti itu.

"MasyaAllah anak Mama udah gede aja sekarang." Ini komentar pertama kali dari Mentari saat Bumi tiba dimeja makan.

"Iyalah masak anak papa mau kecil terus." Meteor merangkul istrinya mesra.

Bumi hanya tersenyum tanpa niat. Duduk di salah satu kursi, dan sialnya dia mendapatkan duduk didekat Libra. Dan kenapa pula dengan keluarga ini? Semua orang memakai pakaian berwarna marron. Bahkan ada Om Jupiter dan Tante Mega selaku kedua orang tua Libra. Bumi menatap semua orang penuh tanda tanya. Dia kira hanya keluarganya saja yang memakai seragam seperti ini. Tapi ternyata keluarga Libra juga, ada yang tidak beres.

"Ayo, silahkan mulai makan," perintah Grandma memecah kesunyian.

Mentari dengan sigap mengambilkan nasi untuk Grandma. Berserta lauk-pauknya juga.

GARIS TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang