52| Garis Takdir

1K 78 0
                                    

Gue belum kalah. Ayo bermain lagi, ini permainan yang sempurna.


• • •

Hujan deras mengguyur sebagian Ibu Kota Jakarta. Pagi hari yang terasa dingin, membuat Bulan enggan bangun dari tidurnya. Padahal hari ini dia ada janji temu dengan Agata. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya terasa panas dan dingin diwaktu yang bersama. Dia pikir ini hanya perubahan cuaca musim hujan. Dan beban pikiran yang membuat dirinya kurang bersemangat. Jadi dia memilih mengacuhkan kondisi tubuhnya belakangan ini. Hingga pagi ini adalah titik tertinggi kelemahannya, membuat Bulan tidak sanggup hanya untuk berteriak memanggil Bi Nur.

Dihitung sejak Bulan tiba di bandara soekarno-hatta, kini telah menginjak hari ke 5. Namun, tidak ada berubah yang begitu berarti. Selama lima hari ini, Bumi tidak kunjung memberinya kabar. Dan itu yang membuat fisik dan batin Bulan terasa dibanting akhri-akhir ini. Namun, kabar baiknya Ega dan Cinta mulai bisa berbaikan. Bulan turut senang akan kabar itu.

"Ini foto lo sama Ega." Satu hari setelah pulang dari Bali bulan di kejutkan dengan beredarnya foto dirinya dengan Ega malam itu.

"Bagaimana bisa? Waktu itu hanya ada gue sama Ega."

"Gue gak tau, tiba-tiba aja ada nomor tak di kenal yang ngirim foto ini ke nomor Cinta. Cinta awalnya gak percaya Lan, tapi saat tau lo dan Ega keluar bersamaan dari dalam hutan. Cinta percaya sama foto itu."

"Sumpah Ta, gue sama Ega cuma dijebak," jelas Bulan pada Agata saat itu.

"Iya gue percaya, karena gue sempat lihat Bianca balik dari tenda kita kaya ngambil sesuatu gitu."

"Dia pasti nukar ponsel Cinta dengan yang asli malam itu. Apa cuma lo aja yang lihat?"

"Engga, ada Rendra juga karena kita waktu itu mau ambil hp buat hubungin lo."

Bulan terdiam, juga Agata.

"Lo seriusan meluk Ega malam itu, Lan?"

Bulan menggeleng, "Malam itu gue kaget denger ranting patah, dan gue reflek meluk Ega gitu aja. Itupun cuma beberapa detik."

"Nah kemungkinan besar, ranting patah itu ulah orang yang foto kalian berdua."

Percakapan yang kembali terekam dibenak Bulan terputus saat mendengar suara kenop pintu yang diputar. Bulan sayup-sayup dapat mendengar suara Bi Nur memanggilnya. Namun, ia tidak bisa hanya untuk sekedar menjawab. Justru semakin meringkukkan tubuhnya dibalik selimut tebal.

"Non Bulan masuk sarapan dulu?" tanya Bi Nur, melangkah masuk ke dalam kamar.

Lebih dulu menutup jendela yang semula terbuka lebar, sehingga udara menjadi lebih hangat.

"Non gak bangun?" Bi Nur kali ini menghampiri Bulan yang masih bergelut didalam selimutnya.

"Non?" panggil Bi Nur mulai khawatir.

"Di..ngin, Bi.." rintih Bulan pelan tapi cukup bisa Bi Nur dengar.

Bi Nur bergegas mengecek kening bulan, belum juga bersentuhan lama. Bi Nur buru-buru menarik tangannya.

"Astaghfirullah, badan Non Bulan panas banget. Bentar ya, Bi Nur telepon tuan Galaksi dulu."

Bulan belum sempat menjawab, tapi Bi Nur lebih dulu menuruni tangga dengan panik. Bergegas menghampiri sebuah telepon rumah disana.

"Halo?" Terdengar suara dari sebrang.

"Ha—halo tuan, ini saya Bi Nur," ucap Bi Nur sedikit gugup karena rasa paniknya.

GARIS TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang