36| Garis Takdir

1K 92 1
                                    

Seperti lampu lalu lintas, tau kapan waktunya berhenti dan kapan waktunya terus berjalan.
• •


Sebagaimana hari-hari sebelumnya sang surya kembali memancarkan sinarnya. Kapas seputih salju bertumpuk tebal di atas sana. Menghalangi panasnya bola api raksasa yang tengah bersinar terik. Tapi itu tak membantu banyak bagi seorang gadis yang justru menantang panasnya mentari.

Setetes keringat mengalir melalui pelipis seorang gadis yang tengah berdiri tegak dengan tangan terangkat. Lehernya terasa pegal karena ia paksa untuk terus menatap sang merah putih.

Karena tadi pagi ia harus menghantar Agata pulang. Terlambat menjadi resiko yang harus ia tanggung. Dan sebuah hukuman adalah sebuah pelajaran yang harus ia terima. Karena sedang tidak mood meladeni mulut nyonyor Bu Tutik Bulan memilih menurut.

Guru itu memang sudah gila. Hari ini seharusnya menjadi hari dimana nilai ujian keluar dan pengumuman kejuaraan di umumkan. Tapi, guru tanpa belas kasih itu justru tega menghukum Bulan yang hanya terlambat lima menit.

"Kalo gak kuat ke UKS aja."

Suara bariton dari samping membuat Bulan menoleh.

"Gue gapapa," jawab Bulan seadanya, moodnya bener-bener sedang buruk pagi ini.

"Lo lagi bete ya?" Suara itu kembali terdengar tapi Bulan abaikan.

"Lan, udahlah putusin Bumi dari pada lo sakit hati terus sama dia."

Kok gak nyambung?

"Lo ngomong apa si, Ka. Gue sama Bumi baik-baik aja," tekan Bulan.

Draka tersenyum meremehkan, "Gue bukan orang bodoh yang gak bisa bedain mana pacaran yang sehat  mana yang engga."

Bulan bungkam, memilih kembali menatap sang merah putih.

"Lan, jangan nyakitin diri lo sendiri. Gue mau lepas lo buat Bumi tapi, jika Bumi hanya bisa buat lo sakit. Gue jadi harus mikir dua kali mau lepas lo atau gak."

"Pergi!" ucap Bulan tegas.

Draka menggeleng, "Jangan bohongin perasaan lo sendiri."

Bulan menelan savila kasar. Ucapan Draka tepat menghantam perasaannya. Bahwa kenyataannya hanya dia yang terus terusan bertahan tanpa tau bahwa hubungan ini sudah tidak sehat. Tapi, ia juga tidak bisa berbohong jika sulit untuk melepas Bumi dari hidupnya.

"Cari bahagia lo. Jangan mendekat dengan rasa sakit itu." Tegas Draka.

Bulan menggeleng, tapi tatapan matanya terus menuju bendera tanpa menoleh ke arah Draka.

"Lo susah ya di bilangin. Berhenti atas sesuatu yang tidak memiliki kepastian, Bulan."

Bulan menoleh tegas ke arah Draka, "Berhenti? Lo bilang berhenti? Gue udah lama mau berhenti tapi nyatanya hati gue yang gak mau berhenti!"

"Lo tau lampu lalu lintas?"

"Apa hubungannya, anj*ng!" sentak Bulan kesal.

"Lan, hati itu seperti lampu lalu lintas. Dia tau kapan harus berhenti dan kapan harus terus berjalan. Tapi, lampu lalu lintas gak bisa berjalan sendiri tanpa ada yang memandu. Sama seperti hati dia gak bisa berjalan sendiri. Harus ada logika yang mengiringi."

Bulan terdiam mencoba memahami.

"Jangan hanya mengikuti kata hati. Logika juga harus di pake. Cinta boleh tapi bukan menjadi alasan untuk bertingkah bodoh."

GARIS TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang