23| Garis Takdir

1.5K 124 0
                                    

Mulut gue terlalu munafik jika gue bilang benci. Nyatanya reaksi yang di berikan tubuh gue berbanding terbalik. Dimana jantung gue yang justru berdetak cepat. Sialan memang.

• •

Mentari sayup-sayup muncul digaris cakrawala. Burung kecil terbang meninggalkan sarangnya. Cicitan kecil terdengar dari paruhnya. Suara deburan ombak terdengar lembut. Bagikan senandung lagu yang sempurna untuk menyambut hari.

Jika kalian mengira ini berada ditepi pantai. Maka kalian salah besar. Ini hanya khayalan yang di ciptakan Bulan semata. Bukan kenyataan ataupun realita.

"Tuhh kan jadi pengen mantai." Gerutu Bulan bangun dari tempatnya tidur.

Bulan melirik jam beker yang ada disamping mejanya sekilas. Dengan jarum pendek menunjuk angka 6 dan jarum panjang menunjuk angka 1 masih sekitar 59 menit 49 detik lagi bel sekolah berdering.

Bulan menggapai ponselnya. Lalu mengetik sesuatu di layar keyboard.

Adonat Tahu Bacem🐒

jemput gue

Mobil lo peyok?
Pake motor lah

kagak anj
cepet sini, gue tunggu 10 menit

Dih ya suka-suka gue lah
apaan 10 menit, 30 menit

10 menit! cepetan!

Siap ndoro!

Setelah selesai dengan urusannya. Bulan segera bangkit, berjalan menuju kamar mandi dengan nyanyian kecil dari mulutnya.

'Romeo, take me somewhere we can be alone I'll be waiting, all there's left to do is run'

Air dengan lembut membalut setiap inci tubuh Bulan tanpa terlewati. Segar langsung menderanya. Membuat Bulan memejamkan mata menikmati.
• • •

"Bi Bulannya mana?!" Terdengar suara nyaring Agata yang berasal dari ruang tamu.

"Ada Non Aga, Non Bulan diatas. Naik aja!" Saut Bi Nur ikut berteriak karena jarak antara dapur dan ruang tamu terpaut jauh.

"Siapp bi!!"

Agata menaiki tangga dengan berlari kecil. Sampai didepan pintu berwarna putih dengan tulisan sang pemiliknya.

Dor! Dor! Dor!

"Bulan main yuk!!" Agata menggedor pintu kamar Bulan dengan keras.

Dor! Dor! Dor!

"Bulan buka dong pintunya! Aku kepanasan nih!" Agata sekali lagi berteriak.

"Bu—"

"BRISIK!" Sentak Bulan muncul dari balik pintu.

Agata terkekeh pelan, "makan dulu yuk, gue laper."

"Cih, dasar temen!" Decih Bulan, mengikuti langkah Agata menuju ruang makan.

Dentingan sendok yang beradu dengan piring terdengar diruangan yang cukup sunyi, karena hanya mereka bertiga yang menempati. Bulan, Agata yang sedang makan. Dan tentunya Bi Nur yang sedang mencuci piring.

"Om galak mana?" Tanya Agata tidak tahan dengan keheningan.

"Gak tau. Bi papa mana?" Bulan melempar pertanyaan pada Bi Nur.

"Tadi pagi perginya. Gak tau mau kemana. Tapi kayanya enggak ke kantor. Soalnya Tuan pake baju putih semua terus gak pake jas."

"Baju putih? Ke makam kali ya?" Gumam Bulan.

GARIS TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang