Hari sabtu di SMA Jaya Agra, si kembar, Rini dan Izah baru saja keluar kelas melangkah ke kantin dengan perut yang terus berbunyi, setelah pelajaran matematika yang membuat kepala mereka pusing tujuh keliling benar-benar membuat cacing perutnya semakin meronta-ronta ingin diberi makan, tidak ... hanya Izah dan Rini saja yang merasakannya, bagi si kembar itu bukan seberapa.
Setelah beebrapa hari yang lalu di mana Vira menjenguk Damar dan Aryan yang menjenguk Vina, keesokan harinya baik Damar maupun Vina sudah kembali ke sekolah, karena memang waktu yang diberikan untuk beristirahat paling lama hanya dua hari, maka dari itu semuanya kembali masuk sekolah hari itu.
Hubungan Damar, Vira, dan Angga jangan ditanyakan, kerap Vira bahkan tidak pernah terlihat sendiri, jika bukan Damar yang menemani nya maka Angga lah yang berada di sampingnya.
Sama dengan Aryan, Vina, dan Refan, makin ke sini Aryan semakin dekat dengan Vina walaupun kadang Vina menolak secara terang-terangan kehadiran cowok itu tapi tetap saja Aryan tak menyerah, dan juga Refan yang menurut Vina akhri-akhir ini sangat menyebalkan, karena cowok itu yang sering berbuat seenaknya kepada Vina.
"Yaampun, mau pecah rasanya kepala gue nyimak pelajaran tadi," keluh Rini mendudukkan bokongnya di bangku kantin bersamaan dengan si kembar dan Izah, untung saja masih ada meja kosong yang bisa mereka tempati.
"Sama njir, Pak Tono nyeremin juga kalau marah, makanya gue nggak berani maen-maen," timpal Izah membenarkan.
Mendengar hal itu Vira dan Vina hanya saling pandang lalu mengangkat bahu acuh, bagi mereka itu bukan lah pelajaran yang sulit, karena bisa dikatakan keduanya sudah mempelajari nya terlebih dahulu.
"Eh Vir, Vin, gue heran yah ama kalian berdua, otak kalian terbuat dari apaan sih sampe bisa-bisanya langsung encer ngerjain soal pas dipanggil ke depan tadi?" tanya Rini.
"Gue sama Vira udah pelajarin itu dari awal, mungkin pas kelas dua SMP," jawab Vina yang membuat Rini dan Izah menganga.
"Seriusan lo? Kalau gue nih yeh, pasti udah stres dah, bayangin kelas dua SMP lah ini? Udah kelas X SMA gua masih pusing," ujar Rini heboh sendiri.
"Udah-udah, kalian sampe kapan mau ngobrol? Sampe jam istirahat selsai?" lerai Vira.
"Yaudah kalau gitu biar gue yang pe--"
"Emm kalian, Salsa boleh temenan nggak sama kalian?" tanya Salsa memotong ucapan Izah, entah sejak kapan gadis itu berdiri di samping meja yang ditempati keempat remaja itu.
Rini dan Izah saling pandang lalu kembali menatap Salsa penuh siasat, lain dengan Vina yang sibuk membaca sesuatu di handphonenya.
"Mau ngapain lo tiba-tiba? Si Yola kemana? Lo punya rencana apa lagi sampe mau gabung sama kita?"
"Yola nggak mau temenan sama Salsa lagi," cicit Salsa pelan memainkan tangannya.
"Kenapa?" tanya Vira.
"Katanya, Salsa orangnya pelupa, nggak asik juga, terus Salsa juga masih polos, jadi Yola nggak mau temenan sama Salsa, dia milih temenan sama Gezel dan Fani anak kelas sebelah," adu Salsa.
Yups, memang benar yang dikatakan Salsa selama Cherly sudah dikeluarkan dari sekolah, Yola mulai dekat dengan anak sekelas Angga dan Refan, bahkan sekarang sepertinya mereka sudah sangat akrab.
"Vira, Vina, Rini, sama Izah, Salsa mau nanya, emang polos itu apa?" tanya Salsa dengan polosnya justru mengundang gelak tawa yang tidak dapat ditahan keempat remaja itu.
"Anjip, ampun-ampun, sakit perut gue gara-gara ketawa," ucap Rini di sela tawanya.
"Gila, nggak nyangka lo temenan sama modelan Cherly sama Yola dengan sifat lo kek gini," tambah Izah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Cheerleader And Basketball team (Revisi.)
Fiksi Remaja"Gue pikir adanya lo bisa buat luka gue sembuh, tapi nyatanya kehadiran lo di hidup gue justru buat luka gue yang seharusnya sudah mengering tambah basah karena perlakuan lo yang nggak jauh bedanya sama dia." •Vira Alviani Agra "Bukannya gue nggak m...