Tasya terus mempercepat jalannya, saking tergesa-gesanya ia sampai menabrak salah satu siswa. Buku-buku yang tadi siswa itu bawa kini sudah terjatuh berserakan dilantai.
Siswa itu berjongkok memungut buku itu. Tasya pun ikut berjongkok membantu sjswa itu dengan sesekali menoleh kebelakang dengan raut wajah khawatir.
"Maafin gue ya nggak liat-liat. Gue buru-buru soalnya." kata Tasya yang di angguki siswa itu.
"Kalo gitu gue duluan ya, sekali lagi gue minta maaf." setelah berujar seperti tiu, Tasya berlari menyusuri lorong tanpa tau arah.
Karena tak tahu kemana arah ia berlari, Tasya berhenti di belakang sekolah. Larinya terhenti saat melihat tembok menjulang tingg di depannya.
"Shit." gumamnya. Ia mengedarkan pandangannya mencari tempat persembunyian. Tasya tersenyum cerah ketika melihat satu tempat yang bisa menutupi tubuh kecilnya.
Baru ingin melangkah kearah tempat persembunyian, lengannya sudah cekal oleh tangan kekar seseorang. Tasya menoleh kebelakang dengan raut wajah terkejut.
Cowok itu menatap datar dirinya. "Kita perlu bicara."
-----
Dan disinilah Tasya berada. Duduk di sofa roofftop bersisian dengan Vano. Tidak ada yang membuka suara sejak tiga puluh menit yang lalu. Mereka berdua hanya menikmati angin yang berhembus.
Tasya sendiri hanya memilin ujung baju nya seraya menunduk. Sedangkan Vano menatap lurus kedepan dengan sorot tajam. Tasya sedikit ketakutan melihat Vano. Aura cowok itu nampak di penuhi aura negatif.
Vano dapat menangkap Tasya ketakutan dari ekor matanya. Ia menghela nafas panjang, entah apa yang membuatnya marah hingga gadis itu ketakutan. Jika boleh jujur, Vano tidak tahu mengapa ia menjadi marah seperti ini.
Vano menoleh kearah Tasya. Tatapannya kini sudah tidak menajam, melainkan tatapan lembut. "Kenapa ngehindarin aku?" tanya Vano dengan lembut.
Tasya tak mnjawab, ia malah mengigit bibir bawahnya dengan tangan yang terus memilin ujung bajunya. Van memegang bibir Tasya agar tidak digigit.
"Jangan digigit." ujar Vano. Tasya menurut, ia tidak mengigit bibir bawahnya lagi. Melihat Tasya yang menurut, ia menurunkan tangannya.
"Kenapa ngehindar, hm?" ulang Vano.
"Engg─enggak." kata Tasya dengan suara yang kecil.
Alis Vano terangkat satu. "Terus tadi kenapa lari?" kini Tasya tak menjawab, ia tidak tahu ingin menjawab apa. Gengsinya terlalu tinggi untuk mengungkapkan apa yang mengganjal dihatinya.
Vano menghela nafas panjang, ia membawa Tasya kedalam dekapannya dan mengelus lembut rambut Tasya. Taysa tak menolak, ia membalas pelukan Vano.
Lama mereka berpelukan, Vano mulai merasakan kalau pundak gadis itu bergetar. Sayup-sayup Vano mendengar isakan-isakan kecil dari Tasya.
Ia menarik diri, Vano menangkup wajah mungil Tasya. Pipi gadis itu sudah di banjiri dengan air mata yang terus mengalir dair matanya.
"Kenapa nangis?" tanya Vano lembut. Taysa menggeleng, membuat Vano mengeluarkan tanda tanya besar.
"Jangan bikin aku khawatir Sya, kamu nangis gini bikin aku makin bingung."
![](https://img.wattpad.com/cover/223816712-288-k873441.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alsya | Complete
Roman pour AdolescentsDingin, datar, kaku, dan tak mengenal cinta. Itu lah seorang ketua geng Alvazma, Putra Alvano Albarak. Berawal dari tabrakan yang tak di sengaja di koridor kelas XI, yang membuat Vano penasaran dengan gadis ceroboh itu. Dengan mata tajam nya, ia dia...