29 : Sebuah Tamparan

1.5K 100 3
                                        

"Sejak kapan Lia jadi cowok? Udah puas selingkuh nya?"

Deg!

Ia tahu betul suara siapa itu. Suara berat milik kekasih nya, Putra Alvano Albarak. Tasya perlahan berbalik, ia menatap takut-takut Vano yang sedang menatap nya dengan tatapan dingin dan juga raut wajah yang datar.

"V─Vano?"

"Kenapa? Kaget abis ketahuan selingkuh? Iya?"

"B─bukan gitu Van, lo salah paham. Gue cuman─"

"Cuman apa?" desak Vano.

"G─gue cuman beli kado buat sepupu Andri, Van. Lo jangan salah paham dulu." ujar Tasya dengan memelas.

Vano berdecih pelan, ia mengeluarkan ponsel nya dan menyodorkan ponsel nya kearah Tasya. Tasya sedikit membelakan mata nya terkejut, itu adalah foto dimana saat Andri menggenggam tangan Tasya.

"V─Van, i─ini nggak yang lo kira." ujar Tasya dengan gugup.

"Beli kado buat sepupu Andri aja harus ya pegangan tangan?" sinis Vano. Tasya tak menjawab, ia menunduk dengan kedua mata yang sudah berair.

"Pinter banget ya lo bohongin gue, salut gue. Gue tau gue nembak lo itu dengan paksaan, tapi lo nggak bisa main di belakang gue juga, Anastasya Zevanya Xavier! Apa lagi sama sahabat gue sendiri, lo!" Vano menunjuk Tasya tepat di depan wajah nya.

"Cewek nggak tau diri!" sentak Vano lalu pergi meninggalkan Tasya yang sedang menunduk.

Tubuh Tasya terjatuh, pertahanan nya agar tidak menangis akhir nya runtuh seketika, ia terduduk di lantai rumah nya, rasa nya kaki nya sangat kemas hingga tak dapat menopang tubuh nya sendiri.

Karena diri nya berbohong, Vano salah paham pada nya dan membuat hubungan nya renggang.

-----

Tasya menatap kosong ponsel nya yang tergeletak di kasur. Jam nya sudah menunjukan pukul sebelas malam namun ia tak kunjung menutup kedua mata nya. Sedari tadi ia menunggu Vano menelepon nya atau sekedar menge-chat diri nya.

Namun ekspetasi lebih indah daripada realita nya. Sudah sekitar dua jam ia menunggu Vano mengabari nya. Namun nihil, cowok itu tidak mengabari nya.

Tasya jadi menyesal sudah mengiyakan ajakan Andri. Tapi ia pun tak bisa menyalahkan Andri, disini memang diri nya lah yang salah. Tak seharus nya ia berbohong pada Vano.

Namun nasi sudah menjadi bubur, ia tak bisa berbuat apa-apa. Biar lah Tuhan yang menentukan apa yang terjadi setelah ini.

"Apa gue tungguin sebentar lagi ya?" gumam Tasya. Ia melirik jam yang ada di nakas kamar nya.

"Setengah dua belas." gumam nya lagi.

Tasya menghela nafas panjang. "Kayak nya dia nggak bakal ngasih kabar gue, ya sudah lah gue mau tidur aja." monolog Tasya lalu menarik selimut nya hingga sebatas dada.

Tasya mulai memenam kan mata nya, bersiap menuju alam mimpi nya. "Semoga ini hanya mimpi." gumam nya sebelum bemar-benar terlelap.

Alsya | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang