52 : Mabuk

1K 75 7
                                    

Di part kemarin ada yang kesel sama Vano? Atau Putri? Sebelum baca jawab dulu yuk pertanyaannya.

A. Kapan kalian baca ini?
B. Di mana kalian baca ini?

-----

Tasya menatap langit-langit kamarnya dengan sorot mata penuh kekecewaan. Pikirannya kembali terbawa pada beberapa jam yang lalu, lebih tepatnya saat Vano memilih mengantar Putri.

Tasya menghembuskan nafas panjang, pikirannya juga terbawa pada saat ia menangis di dekapan Vano. Terekam jelas di pikirannya ketika Vano mengelus rambutnya, menangkup wajahnya, memeluknya, dan bersikap manis padanya

Namun sepertinya sikap manis Vano hanya sekejap. Dalam hitungan menit cowok itu dengan mudah membuatnya terbang tinggi, dan dalam hitungan menit pula cowok itu menjatuhkannya dengan mudah.

"Aku sama Putri nggak ada apa-apa, kita cuman sebatas sahabat lama."

Seharusnya ia sadar jika ucapan Vano itu hanya sebuah kata penenang untuknya. Jika hanya sahabat lama, apakah harus Putri meminta Vano mengantarnya? Padaha jika ia lihat, Putri memiliki satu atau dua teman yang bisa ia ajak pergi.

"Cuman sahabat." gumam Tasya.

Tasya tersenyum kecut dibuatnya. Tanpa sadar air mata mulai mengalir di pipinya. Air demi air mengalir dari mata Tasya, hingga Tasya terisak pilu.

Sesak rasanya melihat Vano yang lebih memilih Putri ditimbang dirinya. Tasya memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, isakkannya semakin menjadi-jadi diikuti dengan dada yang semakin sesak.

Kamarnya kini menjadi saksi bisu tangisan Tasya yang diakibatkan Vano. Tanpa sadar di luarsana Aldo mendengar semua isak tangis Tasya.

Hatinya hancur melihat Tasya menangis pilu didalam. Niatnya untuk memanggil Tasya untuk makan ia urungkan seketika. Tangan Aldo mengepal, amarah mulai menyelimuti hatinya.

-----

Vano membuka pintu rumahnya pada pukul sembilan malam. Ia baru saja pulang dari markas Alvazma hanya sekedar berkumpul dengan teman-temannya.

Dengan pakaian yang sudah acak-acakkan, Vano melangkahkan kakinya menuju tangga dan masuk kedalam kamarnya. Baru saja ingin menaiki anak tangga, suara berat dari arah belakang membuat langkahnya terhenti.

"Putra." panggil Prasetyo.

"Ayah mau bicara sama kamu." ujar Prasetyo dengan senyum terhias jelas di wajahnya. Vano masih tak bergeming dari tempatnya.

"Bicara apa? Bisnis? Maaf saya tidak ada waktu." balas Vano acuh lalu kembali menaiki tangga.

"Ayah minta maaf nak."

Empat kata itu mampu membuat Vano terdiam kaku. Tubuhnya menegang mendengar kata maaf yang keluar dari mulut Prasetyo.

Prasetyo menatap lirih anak semata wayangnya. Ia akui jika dirinya salah karena tidak memperhatikkan Vano sejak kematian istrinya.

"Ayah minta maaf nak, ayah akui ayah salah karena nggak merhatiin kamu. Maafin ayah nak." Vano memejamkan matanya, dari nada suara Prasetyo ia tahu betul pria itu tidak main-main dengan ucapannya.

Alsya | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang