Tasya menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Ia sedang menangis sendirian di taman yang cukup sepi. Hari mulai malam sehingga angin yang berhembus menjadi lebih dingin dari siang hari.
Tasya masih tak menerima kenyataan. Ia memiliki ibu baru? Itu bahkan tidak ada di daftar keinginannya. Bahkan memiliki kakak baru juga tidak termasuk kedalam keinginannya.
Anton yang dulu memperlakukannya denga baik kini sudah tidak ada. Bayang-bayang saat Anton menamparnya terekam jelas di benaknya.
Tasya mendongak saat merasakan disampingnya di duduki seseorang. Walau pandangannya sedikit rabun karena air mata, ia dapat melihat jelas seorang lelaki tersenyum kearahnya.
"Lo ngapain disini sendiri? Lo itu cewek, mana malem lagi. Kalau lo kenapa-napa gimana?" tanya Andri beruntun.
"Lo kenapa nangis Sya? Lo di jahatin orang? Mana sini orangnya, gue hajar tuh orang. Berani-beraninya lawan cew─" belum sempat Andir mengakhiri ucapannya tiba-tiba saja Tasya menubruk tubuhnya, memeluk erat seraya menangis kencang.
Andri terdiam ditempat. Tubuhnya mendadak kaku. Dengan ragu Andri membalas pelukan Tasya. Menepuk-nepuk pelan punggung cewek itu agar menjadi lebih baik.
"Lo kenapa Sya? Kalo ada orang yang liat bisa salah paham loh. Apalagi Vano sama abang-abang lo." ujar Andri sedikit khawatir. Tasya tak menjawab, ia masih terus menangis di pelukan Andri.
Cukup lama Tasya menangis, akhirnya gadis itu mulai tenang walau masih sedikit sesegukan. Andri menangkup wajah Tasya. Ia menatap kedua iris mata Tasya dengan lembut.
"Lo kenapa nangis?" tanyanya lembut.
"Bo─bokap gu─e ma─u nik─ah lagi." Tasya berkata dengan sesegukan. Andri sedikit membelakan matanya. Ia tahu betul kisah dari keluarga Xavier. Dan pantas bila Tasya menangis sesegukan seorang diri disini.
"Bo─kap gue ja─hat. Di─a nam─par gu─e." lagi Andri di buat terkejut dengan ucapan Tasya. Ia tak menyangka kalau Anton yang selalu bersikap lembut pada Tasya kini menamparnya.
"Om Anton, nampar lo?" tanya Andri sedikit ragu. Perlahan Tasya mengangguk. Andri menghela nafas panjang, membawa Tasya kedalam pelukannya untuk menenangkan gadis itu. Tangis Tasya kembali pecah di pelukan Andri.
Andri menepuk-nepuk pundak Tasya pelan. "Nggak papa, numpahin aja semuanya sekarang. Walau gue nggak pernah ada di posisi lo, gue bisa rasain apa yang lo rasain sekarang."
Andri menarik dirinya. Wajah Tasya jauh dari kata baik. Hidung merah, mata sembab, dan rambut acak-acakan. Ia menggenggam tangan Tasya lembut.
"Ayo gue anter." ajak Andri. Tasya mengangguk lalu mereka berdiri bersamaan dan berjalan menuju motor Andri terparkir.
Tiga lelaki yang berdiri di belakang pohon itu tersenyum senang. "Setidaknya Tasya bisa dapet orang yang bisa ngertiin dia sekarang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Alsya | Complete
Teen FictionDingin, datar, kaku, dan tak mengenal cinta. Itu lah seorang ketua geng Alvazma, Putra Alvano Albarak. Berawal dari tabrakan yang tak di sengaja di koridor kelas XI, yang membuat Vano penasaran dengan gadis ceroboh itu. Dengan mata tajam nya, ia dia...