20. Minggu yang Berbeda

35.8K 3.2K 286
                                    

Pagi yang cerah, suara kicauan burung-burung terdengar sangat merdu juga semilir angin yang kencang serta embun pagi sisa hujan semalam membuat pagi ini terasa sangat sejuk.

Pagi ini, pagi yang menjadi hal baru dalam kehidupan Reyhan. Saat di mana dirinya terbangun bukan di rumahnya ataupun rumah temannya, melainkan di rumah seorang gadis yang akan menjadi istrinya kelak.

Entahlah, Reyhan juga tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya nanti. Apakah dirinya sanggup menjalankan rumah tangga di usia dini? Semoga saja keputusan Reyhan tidak salah.

Dia menerima perjodohan ini, bukan karena dirinya mencintai Putri. Melainkan dirinya tidak bisa menolak kemauan orang tuanya, apalagi semalam dia melihat wajah orang tuanya seperti sedang memohon dengannya. Membuat Reyhan semakin tidak tega untuk menolak.

Reyhan bersiap-siap ingin segera pulang, karena dirinya ingin mandi. Kalau ia mandi di sini tidak mempunyai baju salinan, lagi pula dirinya tidak enak, tidak terbiasa seperti ini di rumah orang lain.

Setelah mencuci muka Reyhan berjalan keluar kamar. Niatnya ingin berpamitan kepada orang tua Putri.

Dari sini, Reyhan bisa melihat ada orang tua Putri yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Lina yang sedang memasak, dan Robi yang sedang membaca koran dengan ditemani secangkir kopi.

"Eh, nak Reyhan, sudah bangun?" tanya Robi saat matanya tak sengaja menangkap sosok Reyhan yang sedang berjalan ke arahnya.

Reyhan mendekati Robi lalu duduk di samping pria paruh baya itu. Tentu saja dirinya duduk karena di suruh.

"Sudah, Om," jawab Reyhan.

"Kamu mau ke mana?"

"Mau pulang, Om."

Robi menggeleng lalu melipat korannya dan menaruhnya di atas meja.

"Jangan pulang dulu, Mommy-nya Putri lagi masak, nanti kita makan bersama-sama," cegah Robi.

Reyhan hanya bisa pasrah. Tinggal di sini membuatnya pasrah akan semua hal. Menolak tidak enak.

"Kamu mau kopi?" tanya Robi menawarkan.

"Eh? Ngga usah, Om," tolak Reyhan.

Robi tak mengindahkan perkataan Reyhan, justru pria paruh baya itu malah memanggil Lina.

"Mommy, buatin Reyhan kopi, ya," suruh Robi sedikit berteriak agar Lina bisa mendengarnya.

"Oke!" jawab Lina dari arah dapur.

Tak lama kemudian datanglah Lina membawa secangkir kopi untuk Reyhan.

"Reyhan udah bangun, ya? Mantap deh calon menantuku yang satu ini. Nih, kopinya," ucap Lina terkekeh pelan, lalu menaruh kopi Reyhan di atas meja.

"Makasih, Tante."

"Sama-sama, ganteng." Setelah itu Lina kembali meneruskan acara masaknya yang tadi sempat tertunda.

"Anggap saja ini rumah kamu sendiri, gak usah malu-malu," ucap Robi membuat Reyhan tersenyum.

Setelahnya mereka larut dalam perbincangan mereka yang ditemani oleh secangkir kopi panas buatan Lina.

"Kamu bangunin Putri gih, dia jam segini masih tidur, itu kamarnya ada di lantai dua, pojok kanan yang pintunya bercat putih," suruh Robi.

Reyhan baru saja ingin menolak tapi, sebelum itu Robi terlebih dahulu menyelanya. Mungkin Robi sudah tahu apa yang akan Reyhan katakan.

"Sudah gapapa, Om percaya sama kamu." Robi tersenyum lalu menepuk pelan pundak Reyhan.

"Saya ke sana dulu, Om." Kaki Reyhan mengayun membawa dirinya ke arah kamar Putri.

My Cold Husband [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang