Putri masih terus berjalan, entah ke mana tujuan gadis itu, menurutnya ke mana saja jadi, asal tidak ke rumah si kutub, alias Reyhan.
Jujur saja, kakinya sudah sangat pegal dan napasnya juga sudah tersengal-sengal akibat terlalu lelah berjalan. Bayangkan saja sedari tadi dia terus berjalan tanpa berhenti. Sudah terlanjur kesal katanya.
Sekarang dia juga tidak tahu sedang berada di mana. Semakin lama kakinya mengayun membawanya ke daerah yang sangat sepi. Putri berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa. Bukannya gimana, hanya saja Putri sudah tidak ada tenaga lagi untuk melawan.
"Mati di jalan bisa nih gue," lirih Putri menetralkan napasnya.
"Sialan, ini ke mana coba. Sepi banget lagi, kayak gak ada rumah. Padahal, kan nih tempatnya bagus, adem pula. Cocok buat di jadiin perumahan."
"Ck. Ngapain gue mikir tentang ginian, sih. Bukannya mikir jalan pulang. Nih gara-gara kutub! Ninggalin gue di tempat yang jarang penghuninya, kan serem."
"Ekhem, cewek." Terdengar suara dari arah belakang, membuat Putri mengernyit heran. Siapa yang di panggil? Tapi menurut Putri itu bukan sebuah panggilan melainkan godaan.
Terdengar siulan seperti sedang menggoda. "Sendirian aje, neng di sini." Lagi dan lagi Putri mendengar suara dari arah belakang.
Karena penasaran akhirnya Putri memutuskan untuk memutar tubuhnya, lalu melihat siapa yang sedari tadi bersuara.
"Eh?" Betapa terkejutnya Putri saat melihat ada dua orang preman yang sedang berjalan ke arahnya. Perlahan kakinya mundur.
"Wih, bagus juga body lo," goda salah satu preman itu menatap Putri lapar.
"Ngapain di sini? Mangkal?" tanya yang satunya.
Putri yang mengerti apa yang dimaksud preman itu semakin memundurkan tubuhnya. Tenaganya sudah habis, tidak kuat untuk melawan. Melihat tubuh preman-preman itu yang penuh otot dan tato semakin membuatnya takut.
Ayo lah Putri sejak kapan lo jadi penakut? geramnya dalam hati.
Padahal dulu di Amerika dia sering melawan kejahatan, tapi lihatlah sekarang, berbeda bukan?
"Aduh, ya Allah. Kaki gue udah capek banget ini udah gak ada tenaga," keluh Putri yang masih berusaha untuk menjauh.
"Di sini sepi, loh. Lo gak bakal bisa kabur dari kita."
"Hahaha, udah deh. Lo gak usah mundur lagi, kita cuma mau nyicip aja ko."
Tangan Putri mengepal. Tubuhnya semakin terpojok ke tembok. Sial! Ternyata jalanan ini buntu.
"Lo jangan macem-macem, ya! Gue teriak, nih!" ancam Putri tajam.
"Gak macem-macem kok, cuma satu macem aja, ya gak?" Mereka menaik turunkan alisnya membuat Putri semakin takut.
"Percuma aja lo teriak. Gak bakal ada yang denger!"
"Dih sotau! Suara gue kenceng! Kalian bisa aja di gebukin warga di sini," kata Putri, lagi. Berusaha untuk memberanikan dirinya.
Karena ia tahu, jika dirinya semakin terlihat takut maka preman-preman itu pasti akan merasa senang dan menang. Maka dari itu, Putri berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa dia bisa melawan kedua pria brengsek dihadapannya ini.
Lagi-lagi kedua preman itu tertawa jahat, yang malah terlihat semakin menyeramkan. Putri menelan ludahnya susah payah. Sial! Mengapa ia harus terjebak di sini?!
"Lo mau teriak? Se-kenceng apa, sih, suara lo? Gue pengen denger. Coba dong teriak." Putri merasa preman itu meremehkan dirinya. Terlihat sekali dari wajah preman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Husband [COMPLETED]
Teen Fiction⚠️ TAHAP REVISI ⚠️ 15+ [ FOLLOW SEBELUM MEMBACA. ] Buruan baca sebelum sebagian part dihapus!!! Reyhan Aditama, manusia bermuka tembok, dengan sikap dinginnya yang seperti kutub Selatan. Biarpun seperti itu dirinya dikagumi oleh banyak orang. Manusi...