39. Ribut (2)

39K 3.1K 561
                                    

Jangan lupa apa? Ya, betul! Jangan lupa vote dan komen!!!

Happy reading ! 🌻❣️

—————————————————————

Plak!

"KURANG AJAR!" Jesica menatap Putri dengan aura permusuhan. Baru kali ini ada yang berani melawannya.

Suara tamparan yang dilayangkan oleh Jesica membuat suasana kantin semakin menegang. Suara tamparan itu bahkan terdengar sangat nyaring, semua orang yang melihat itu menutup mulutnya tak percaya.

Bahkan wajah Putri sampai memerah dan panas akibat tamparan itu. Putri menatap Jesica nyalang. Sungguh Putri sangat membenci Jesica. Salah apa dirinya sampai-sampai Jesica berani mempermalukannya?

Putri memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Tamparan Jesica sebanding dengan tonjokan ternyata. Tenaga gadis itu benar-benar kuat. Ingin sekali Putri balik menampar nenek lampir itu, namun ia masih berusaha menahannya.

"Damn it!" umpatnya kesal.

"Aneh. Masalah lo apa, sih!?" bentak Putri dengan nafas yang tak beraturan.

"Lo! Lo yang buat masalah ini! Dan lo berani nuduh gue yang enggak-enggak bahkan sampe nampar gue!" balas Jesica emosi.

Apa tadi katanya? Menamparnya? Tidak terbalik, kah? Hello! Sedari tadi Putri tidak ada menampar gadis itu, malah sebaliknya, Putri yang ditampar.

Putri tersenyum smirk, setelah mendengar ucapan Jesica barusan ia tambah yakin bahwa Jesica adalah gadis yang licik. Gadis yang suka memutar balikkan fakta.

"Lo yang mulai duluan! Mulai dari pertama kali gue masuk sini. Jangan mentang-mentang lo kakak kelas jadi bisa seenaknya! Umur lo boleh menang, tapi kalo otak, gue rasa lo masih bocil! Dasar tolol!" maki Putri menumpahkan segala kekesalannya.

***

Hosh ... hosh ... hosh ....

Rio memasuki kelas dengan nafas yang tersengal-sengal. Dirinya habis melakukan lari maraton dari kantin sampai kelas.

"Napa lo?" tanya Eza melirik Rio aneh. Tak biasanya lelaki itu lari sampai ngos-ngosan seperti ini.

Rio masih menetralkan nafasnya. Rasanya sekarang Rio susah sekali untuk berbicara, jangankan berbicara, bernafas dengan benar pun rasanya sulit.

"Minum woy!" teriak Rio. Akibat lari maraton tadi membuat tenggorokannya terasa kering.

"Minum ludah lo aja, Yo!" sahut Rafa--teman kelas Rio yang pintar, namun gesrek. Jangan salah gesrek-gesrek begitu dia jadi ketua kelas.

"Sialan lo, Raf! Besok gak gue kasih contekan lo!"

"Kebalik bodoh! Yang ada lo yang gak gue kasih contekan!" balas Rafa kesal.

Kurang baik apa ia menjadi ketua kelas? Minta contekan? Dikasih! Guru belum masuk ke kelas? Tidak dipanggil, seolah-olah kelas mereka sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, nyatanya tidak. Hal itu membuat seisi kelas senang bukan main. Mereka tidak salah memilih Rafa untuk menjadi ketua kelas.

Rio menepuk jidatnya. "Oh, iya ya, lupa gue, Raf. Sorry deh, ampun!"

Rafa hanya menggelengkan kepalanya saja, lalu kembali fokus pada gamenya. Rafa itu idaman para wanita, dia pintar, tampan, namun sayang dia kadang tidak waras. Dan susah untuk ditaklukkan. Menurut Rafa pacaran itu tidak penting, ujung-ujungnya juga akan merasakan apa itu patah hati.

My Cold Husband [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang