Thirty-Eight

354 38 8
                                    

"Kalo lo pade kagak punya kaca di rumah ntar gue beliin satu-satu, dah ...

Biar pada ngaca yang caper aslinya itu siapa ..."

~Amelia~

_27 Desember

🌼🌼🌼


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~Monday, 10.10 WIB~

Sudut sikut-siku terbentuk di kening Syafa. Apa-apaan maba cewek yang berteriak memalukan itu? Hei, itu adalah ketua HMJ yang telat dan baru masuk ke aula jam sepuluh lewat! Kalian malah membanggakannya? Hah, dunia sudah berputar.

"Manusia Muffin ketuanya?" gumam Syafa cukup kesal, namun matanya berbinar saat melihat Alina yang melambaikan tangan pada para maba Arsi di depannya.

"... Sekian, terima kasih," ucap Ali mengakhiri pidato singkatnya di mikrofon.

"Kak Aliii!"

Alina speechless. Kenapa mereka mengidolakan orang yang sama sekali tidak akan menengok sama sekali? Hah, Ali terlalu cuek dan jutek. Dinding es-nya hanya bisa dicairkan oleh Amira. Namun sekali perempuan itu berbuat salah, maka es yang mencair itu malah membeku dan lebih keras dari sebelumnya. Bayangkan saja es yang direndam air dan dikeraskan dua kali, akan lebih padat dari sebelumnya.

"Syafaaa!" seru seorang perempuan berkacamata sembari berlari dan merentangkan tangan, memeluk Syafa tiba-tiba sehingga gadis itu tersentak kaget.

"Miu?" kaget Syafa, "Lepas, ih! Geli, nih!"

Miu terkekeh, lalu membenarkan letak kacamatanya. Di belakangnya berjalan seorang gadis yang memakai jaket kulit dan memasukkan tangan ke saku jaket. Ia mengunyah permen karet dan terlihat tomboi walau dirinya memakai rok selutut dan legging putih.

"Amel, lo lambat banget, sih?" gerutu Miu sambil membenarkan letak kacamatanya

Amel mengerlingkan mata, "Abis berantem, capek,"

Syafa menaikkan sebelah alis. Miu sempat cerita jika Amel yang satu sekolah dengannya itu mengikuti beladiri karate dan selalu menjuarai olahraga itu. Ketika Syafa menimpali dengan cerita Zayra, sepupunya itu, Amel langsung menyambut dengan semangat jika ia kenal dengan sosok Zayra dan mengaku jika Zayra adalah kating yang hebat sekali. Bahkan cewek cuek itu mengidolakannya.

Akhirnya ada yang gak kepincut sama Kak Ali ... Entah mengapa Syafa merasa lega.

"Berantem? Di pelatihan?" tanya Syafa.

Amel menggeleng, lalu menunjuk seseorang yang lewat di ujung sana dengan dagunya.

"Nggak, sama, tuh, Si Anak Songong," ucapnya.

Syafa mengeryit, lalu menolehkan kepala dan menjatuhkan pandangan pada teman satu SMA yang juga menjadi musuh bebuyutannya itu.

Syafa speechless, "Nada, ya ..."

"Ya, temen sekolah lo dulu," sahut Miu, lalu membenarkan letak kaca matanya.

Amel mengeryit, "Bukan sama Nada, tapi yang satunya,"

"Eh?"

Syafa dan Miu kembali menoleh. Kini titik pandang mereka jatuh pada seorang gadis berparas cantik yang berjalan menyusul di belakang Nada. Ah, Syafa insecure. Gadis itu cantik sekali bak orang luar negeri. Rambutnya cokelat pirang, panjang bergelombang sampai ke bawah bahu. Kulitnya putih dan hidungnya mancung. Bibirnya tipis dan matanya terlihat cokelat keabu-abuan.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang