Fifty-Two

363 45 37
                                    

"Hidup menyajikan banyak pilihan, pilihan yang kita buat akan menentukan masa depan kita,"

~Alfazhar Farisi~

19_Maret

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~Kampus, Sabtu, 08.25 WIB~

"Ali, gue bawain tas lo, ya?"

"Sini, gue bantuin naik tangga!"

"Mau gue gendong?"

"Aliii!"

Ali speechless, "Makasih, tapi ... Gak!"

Beberapa orang yang terlihat cari perhatian itu, mundur atas kegalakan dari ketua Arsi itu. Ah, mereka sebenarnya tau jika Ali kesal maka semua orang akan diam, tapi mereka masih saja membuat cowok itu kesal.

Sret!

"Aliii! Aliii! My little boy!" seru Arif yang datang tiba-tiba dan mengambil spontan tongkat ellbow yang dipakai Ali.

"E-eh!" kaget Ali yang oleng, namun kedatangan Rizan segera memeganginya.

"Bangke lo, Rif," gerutu Rizan.

"Arif gilaaa!" seru Alina, lalu merebut ellbow itu dan mengetuk kepala Arif dengan tongkat itu, "Ali jatoh nanti! Lo ngerampas kayak kagak punya otak aja, sih?"

Arif malah terkekeh, "Maaf, maaf, Ali. Canda doang. Medusa udah ngamuk,"

"Gue masih aja heran. Kok, lo bisa kecelakaan gini, ya? Padahal lo termasuk orang yang hati-hati kalo berkendara," ujar Rizan.

"Bala'," ucap Ali, "Musibah kagak milih-milih mau ke siapa."

"Kak Ali! Foto bareng, dong!" seru seseorang berkacamata.

"Ih, Miu! Ngapain pake foto bareng segala, sih?" gerutu Syafa menyusul, diikuti Amel di sebelahnya yang baru saja meletupkan balon dari permen karet.

"Mumpung masih senggang, ntar kalo udah terkenal banget malah susah buat foto bareng," ujar Miu, "Boleh, ya, Kak Ali? Please!"

"Kagak. Ngapain coba?" Ali yang masih dirangkul Rizan itu, mengeryitkan dahi. Cowok yang anti dengan kamera itu tentu selalu menolak ketika beberapa orang mulai mendekat dan meminta foto bareng dengannya. Jika tanda tangan saja, Ali masih bisa melakukannya, tapi kalo sudah foto, beuh ... Malas sekali rasanya.

"Aku doang, kok! Please, ya, Kak? Ntar mereka dateng, nih, jadi susah foto bareng," ujar Miu.

"Mereka? Siapa?" tanya Alina heran.

Miu menoleh, menunjuk pada ujung koridor. Di sana, beberapa perempuan terlihat memandang ke arah mereka. Di antara mereka ada yang memegang pena dan buku, juga ada yang memegang handphone.

"Kayaknya mereka nunggu Ali fotbar bareng Miu, deh, sebagai awal pembuka," gumam Syafa.

"Iyalah, mana berani mereka duluan," celetuk Syafa.

"Dan kalo udah foto bareng, baru mereka bakal nyerbu Ali, dong?" tebak Arif.

Ali sweatdrop, "Bye ..."

Alina mengangkat sebelah alisnya ketika Ali mengambil tongkat ellbow secara sepihak, lalu melangkah pergi dengan cukup cepat meninggalkan mereka, berkebalikan dengan arah koridor yang di mana Ali melihat macan-macan betina yang siap menerkam di sana.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang