"Laki – laki sejati bukanlah seseorang yang mempunyai banyak teman wanita, tapi seorang lelaki yang bisa menampik beberapa wanita untuk seseorang yang disayanginya,"
~Aqila Hany~
26 Juli
🌼🌼🌼
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Syafa menarik rem, lalu menyandarkan diri pada jok mobil. Hah, hari itu merupakan hari yang melelahkan baginya. Padahal masih pagi tapi dirinya sudah berkeringat. Atau mungkin pendingin mobil terlalu kecil ia nyalakan? Entahlah. Biasanya juga adem saja walau dikecilkan.
"Eh, Bu Ning," gumam Syafa ketika melihat Bu Ning sedang menaruh gerobak kecilnya, lalu menyusun beberapa makanan di sana.
Syafa melirik jam. 06.35 WIB. Masih ada waktu sebelum ia berangkat sekolah. Lagi pula, ada lomba antar sekolah yang diadakan di SMA Favorit. Jadi batas waktu kedatangan sampai jam 08.00 WIB. Karena itu Syafa bisa sedikit santai untuk tidak buru-buru pergi ke sekolah. Setidaknya ia juga tidak akan menambah notes telat di kamusnya.
Brak!
"Pagi, Bu Ning," sapa Syafa, lalu duduk di sebelah Bu Ning.
"Eh, Neng Syafa." sahut Bu Ning.
Syafa tersenyum, namun detik kemudian senyumannya kandas, berganti dengan kening yang mengeryit heran ketika mendapati sosok seseorang yang berbaring di rumput sebelah Bu Ning.
"Kak Ali?" heran Syafa. Gadis itu yakin sekali jika ia tidak melihat tanda-tanda seseorang sebelumnya. Atau, matanya sudah mulai rabun karena tidak melihat sesosok Ali yang cukup besar itu, untuk dilihat sedang berbaring di rerumputan sambil mendengarkan sebelah earphone di telinga?
"Hm," sahut Ali singkat, matanya tetap fokus ke handphone.
Syafa cukup kaget melihat seorang Ali bisa ditemukan dengan mudah di sebuah taman, bahkan berbaring ria di rerumputan tebal di sebelah pedagang kecil-kecilan. Ia pikir Ali adalah orang yang selalu sibuk dengan urusannya, seperti yang diceritakan Aisyah. Apalagi jika menyangkut kuliah dan kerja, sudah pasti nomor dua baginya setelah agama.
"Kok, elo di sini?" tanya Syafa heran. Bukannya orang itu harus pergi ke kampus atau membuka Oman Cafe untuk berniaga?
Ali membuang napas, lalu duduk, "Kepo,"
Ais ...
Bu Ning tersenyum, "Den Ali tadi ngebantuin Ibu. Dagangan Ibu tadi jatuh ditabrak anak-anak yang sepedahan. Untung ada Den Ali, jadi Ibu tertolong,"
Mata Syafa membelalak, seketika ia mendekat dan duduk di sebelah Bu Ning, "Tapi, Bu Ning gak apa-apa, kan? Gak ada yang luka?"
"Enggak, kok, Ibu gak apa-apa. Neng Syafa gak perlu khawatir," sahut Bu Ning.
Syafa menghela napas lega. Entahlah, jantungnya tadi berdetak lebih cepat ketika mendengar Bu Ning ditabrak pesepedah. Bahkan tangannya sudah siap menurunkan ransel dan mengambil perabotan medis kecil.
Ali mengeryit, "Eh, Labu. Apa gegara ada lomba di Favorit, lo jadi santai banget ngaret waktu ke sekolah?"
Syafa mengangkat sebelah alisnya. Ia tau Ali mengetahui perlombaan di SMA-nya pasti dari Aisyah. Tapi, apa yang dibilang cowok itu barusan?
"Apa lo bilang? Labu?" tanya Syafa dongkol.
Ali menunjuk sebuah bros yang melekat di hijab Syafa dengan dagunya, "Labu, di hijab lo,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oman Cafe [SELESAI]
Teen Fiction(Spin-Off: Teruntukmu, Imamku) ~°°~ "Dia ganteng, tapi rese'! Suaranya bagus, tapi ngeselin!" Syafana Aliyya Farisi, gadis dengan paras cantik Arabnya itu sepertinya menyimpan dendam kusumat terhadap Aydrus Ali Haeddad, Barista Oman Cafe yang terlam...