Thirty-Four

381 49 10
                                    

"Aku bukannya pergi karena udah nggak cinta. Tapi aku pergi karena kecewa,"

~Aydrus Ali Haeddad~

9_Desember

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ali menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok perempuan yang dikatakan Syafa sebelumnya. Namun di antara matanya memandang, hanya ada costumer yang cukup ramai di dalam Oman Cafe.

... Mana?

"Ali,"

Ah ...

Ali membalikkan badan, melihat senyum gadis yang dulu pernah singgah di hatinya itu, kini terlihat kembali di depannya. Gadis yang berbalut hijab krem dengan tunik merah muda itu tampak menatap cowok yang lebih tinggi satu kilan darinya itu.

Ali menghela napas pelan sembari memejamkan matanya, lalu kembali membuka mata.

"Mau bicara apa?" tanya Ali.

Amira menoleh, "Boleh kita bicara di belakang?"

Syafa menapak anak tangga terakhir. Ia sedikit lebih telat dari langkahnya Ali karena gadis itu harus mengambil persediaan wafer untuk plating minuman yang kebetulan habis di dapur. Namun, baru saja kakinya menapak lantai dasar, matanya sudah disuguhkan pemandangan dua insan yang saling menatap itu.

Ugh ... Ngapain, sih? Syafa mengembangkan sebelah pipinya.

Gadis itu menaruh pack wafer di atas meja batu. Matanya melirik diam-diam pada Ali yang kini mempersilahkan Amira untuk berjalan ke koridor sebelah. Hah, mau ke mana mereka? Dapur? Toilet? Lantai atas? Ah, tidak. Ketiganya dilewatkan begitu saja.

"Udah putus, masih ngebet aja," gumam Syafa menggerutu.

Amira menoleh, tersenyum pada Ali yang juga berhenti berjalan ketika sampai di perkarangan belakang. Cowok itu menoleh, lalu menghela napas pelan. Tangannya dimasukkan pada kedua saku celana hitamnya.

"Kamu bisa utarakan niatmu menemuiku sekarang," ujar Ali tanpa menatap Amira.

Sekilas, Amira menunduk sebelum kedua alisnya menyatu dam menatap Ali dengan tatapan sendu.

"Ali ... Aku minta maaf," ucap Amira.

"Bukankah aku sudah memaafkanmu?" jawab Ali bertanya.

Amira menggeleng, "Gak, Al ... Aku masih merasa bersalah padamu. Mendua di belakangmu begitu saja ... Tapi aku bisa jelasin, Al,"

"Tidak perlu," sahut Ali singkat.

"Al ... Tolong dengerin aku! Aku gak bermaksud mendua di belakangmu. Aku terpaksa! Aku tidak mencintainya, Al. Aku hanya mencintaimu ..." Amira menggigit bibir bawahnya.

"Terpaksa?" Ali mengernyitkan dahi, namun pikirannya berjalan pada kata keterpaksaan yang mengharuskan gadis bicara bahwa ia harus mengakhiri hubungan mereka.

Amira mengangguk, "Dia selalu menggangguku. Dan dia bilang jika aku menerima perasaannya selama satu bulan saja, maka dia tidak akan menggangguku lagi selamanya,"

"Kalau begitu, kenapa kamu tidak bilang padaku?" tanya Ali.

Amira diam, lalu menunduk, "Aku tidak ingin membuatmu marah padanya,"

Ali menghela napas, "Kalau pun yang kamu katakan itu jujur, aku tetap ingin kita seperti ini,"

Amira mendongak, menatap dengan tatapan tidak percaya.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang