Forty-Four

322 43 9
                                    

"Banyak orang yang merendahkan dirinya sendiri, padahal mereka mempunyai kemampuan,"

~Dokter Fairuz~

_24 Januari

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Zayra membaringkan tubuh di atas ranjang. Ah, betapa rindunya ia dengan kasur kamarnya itu setelah hampir lima belas jam tidak bertemu. Wajahnya pun butuh refleksi kesehatan dengan melakukan perawatan berupa maskeran.

Gadis itu mengembangkan sebelah pipinya, menerawang dengan mata yang tertuju pada langit-langit kamar yang bewarna putih.

"Calon Dokter Fairuz yang mana, ya?" gumam Zayra penasaran.

Astaga, kenapa Zayra jadi memikirkan siapa calon Fairuz? Hah, memang, setiap ada yang menikah pasti perempuan itu selalu penasaran sama Si Calon Pasangan. Tentu calonnya Fairuz itu pasti perempuan yang sangat cantik. Saat menemani Fairuz berbelanja, tentu Zayra memilihkan dress yang terbaik untuknya.

Zayra duduk, bersandar pada sandaran ranjang sembari memeluk guling. Kebiasaan gadis itu menggigiti kuku jari memang tidak busa dilepaskan dari kecil, apalagi ketika pikirannya sedang melayang, berkelana memikirkan apa pun yang terlintas di kepalanya. Tentu alunan merdu dari hujan yang tenang di luar sana menambah kesan hangat di dalam kamar itu.

Hujan? Hah, kenapa bibir gadis itu melengkung, tersenyum ketika melihat tetesan air langit itu kembali membasahi bumi. Kebetulan gorden jendela kamar itu berlapis tipis, membuat mata dengan leluasa melihat langit luas. Yeah, langit malam yang sedang meneteskan air mata. Kesimpulan yang dibuat gadis itu adalah kebahagiaan. Hujan malam itu tenang sekali, entah mengapa membuat hatinya pun tenang. Mungkin, sama seperti perlakuan koas yang saat itu melindungi pandangannya dari kilatan petir dan hujan yang ganas. Menutupi telinga gadis itu dengan kedua telapak tangannya sehingga Zayra hanya sama mendengar gemuruh serta petirnya. Dan, Hafiz juga--

Eh ...

Puk!

Zayra menepuk kedua pipinya yang dilapisi masker bengkoang putih, membuat kedua tangannya tertempel akan produk perawatan wajah itu. Apa-apaan pikirannya itu? Kenapa malah berkelana ke cowok Arab yang merangkap sebagai replika detektif itu? Astaga, wajah gadis itu pasti memerah sekarang. Kalian tentu menjadi saksi bahwa tadi pikirannya berputar soal Fairuz yang ingin menikah.

Kenapa malah nyasar ke Haf?!

Zayra menutupi wajah dengan bantal, menggeleng ke kanan dan ke kiri karena bingung yang bercampur malu di benaknya itu.

"Ah, bantalnya ikut maskeran!"

🌼🌼🌼

~Senin, 11.20 WIB~

"Gue ke toilet dulu, ya? Lo langsung aja ke kantin, nyusul Amel," ujar Syafa.

"Gak mau ditemenin?" tanya Miu.

"Ih, gak usah. Pesenin gue mie ayam aja, jadi gue langsung makan juga," sahut Syafa.

Miu hanya mengangguk mengerti sebelum dirinya pamit duluan ke kantin. Syafa mengembangkan sebelah pipinya, lalu berbelok masuk ke toilet perempuan. Tentu ia tidak lagi salah masuk toilet, cukup sekali saja.

"Hah, toiletnya rusak?" gumam Syafa.

Syafa menghela napas. Ia kembali berjalan keluar toilet itu dan menuju toilet di belakang gedung. Hah, jauh sekali rasanya ... Mana koridor terakhir sepi pula. Lampunya saja berkedap kedip. Mengerikan. Tentu gadis itu menelan saliva karena koridor yang menakutkan itu. Entah bagaimana kabar koridor angker di Fakultas Kedokteran. Gadis itu tidak mau tau dan tidak pernah ingin ke sana.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang