Eight

533 50 7
                                    

"Kita itu sekarang idup di zaman yang mana jika bikin kesalahan sama satu orang, yang labrak lima orang, yang benci lima belas orang, yang gosipin sekampung,"

~Naurra Zahira~

_28 June

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hafiz setengah duduk. Tangannya mengambil dari sisa-sisa gelas, lalu memasukkannya ke dalam sekop, dan membiarkan sekop itu berdiri di dekat tempat pecahan agar orang-orang tidak berjalan di situ.

Cowok itu berdiri, meraih tas yang tak sempat ia simpan di kamar. Lalu, tangannya merogoh sebuah plastik kecil yang berisi penyedot obat BPA untuk bayi.

"Silahkan menduga, Haf," gumam Hafiz, lalu mengambil sebuah sempel dari cairan yang tergeletak di lantai dan memasukkannya ke dalam sebuah gelas kecil. Kemudian mendekatkan hidung ke gelas itu namun pernafasannya menolak untuk mencium bau yang cukup menyengat itu.

"Yeah, selamat atas praduga yang mengerikan, Abdurrzyehab Hafiz ..." Hafiz menghembuskan napas kecil.

🌼🌼🌼

Syafa menghela napas. Ia berhasil mengambil beberapa pecahan kaca kecil dari lengan Ali. Sebenarnya itu hal yang cukup menakutkan bagi gadis itu. Menarik perlahan pecahan kaca seperti itu butuh pikiran yang tenang baginya. Yeah, kebanyakan dia hanya membersihkan luka jatuh atau memakaikan perban.

"Kalo luka kaca ..." gumam Syafa bingung. Akankah sama dengan luka gores sewaktu Ali menolongnya dari kejaran pencopet?

Syafa merogoh kapas dari dalam tasnya, lalu mencelupkannya ke air hangat untuk diberikan pada luka Ali.

"Jangan, Syafa," ujar Hafiz sembari memasuki kamar.

Syafa menoleh, "Jangan gimana? Luka Kak Ali masih terus mengeluarkan darah."

Hafiz mengulum senyum, lalu mendekat dan menyingkirkan kapas yang akan digunakan Syafa.

"Luka seperti ini jangan gunakan kapas, karena serat kapas bisa menempel pada luka dan mengganggu proses penyembuhan." jelas Hafiz, "Lebih baik menggunakan kain yang sudah diberi antiseptik,"

Syafa mengangguk mengerti, lalu memperhatikan kinerja calon dokter muda di depannya itu dengan sangat apik.

"Darahnya masih keluar," ucap Syafa.

"Kalo darah masih keluar kayak gini, lakukan penekanan pada luka sekitar tiga sampai lima menit." sahut Hafiz sembari menekan luka Ali dengan kain.

Syafa menyipitkan mata. Darah dari luka itu tidak lagi keluar sebanyak sebelumnya. Hanya tersisa sedikit saja bila kembali ditekan.

"Diperban?"

Hafiz menggeleng, "Gak usah diperban, diplester saja karena lukanya bakal cepat kering. Lagian Ali nanti ambil wudhu buat sholat bakal buka perban, sayang perbannya kebuang,"

"Hm, Kak Haf. Nih, kan, darahnya gak keluar lagi, kalo misal luka masih ngeluarin darah gimana?" tanya Syafa.

"Jika masih berdarah, kemungkinan luka cukup dalam atau mengenai pembuluh darah. Karena itu memerlukan proses jahit." jelas Hafiz, "Bisa juga perdarahan tidak berhenti karena masalah pembekuan darah. Tapi kalo luka kayak gitu bukan karena cuma kena gores kaca aja,"

Syafa mengangguk mengerti. Gadis itu memang putri dari seorang dokter spesialis dan mempunyai keluarga yang rata-rata berprofesi sebagai dokter. Namun ia tidak ada minat untuk mengikuti jejak seorang dokter. Hanya saja ia suka dengan hal-hal berbau kedokteran, karena itu ia ikut organisasi PMR. Yeah, setidaknya dia juga harus tau materi dan dasar-dasar kedokteran agar tidak memalukan nama Sang Ayah dan keluarga besar.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang