"Musik adalah penyampaian suatu perasaan agar bisa didengar,"
~Syafana Aliyya Farisi~
29 Oktober
🌼🌼🌼
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~05.20 WIB~
Syafa meletakkan secangkir teh hangat pada tatakan piring, lalu menghela napas. Subuh itu sangat dingin, untung ia sudah diperingati Zyan untuk membawa jaket atau mantel berbulu hangat. Jika tidak pasti jaket Labib yang akan jadi korbannya dan tentu lelaki Farisi itu tidak ingin Syafa membeku dalam dinginnya fajar walau Labib akan berceloteh ria.
Eh? Kenapa pintu vila terbuka? batin Syafa ketika matanya tak sengaja melihat pintu masuk vila sedikit terbuka.
Gadis itu berdiri, lalu mengikuti langkah kaki menuju pintu dan membukanya lebih lebar dari yang pertama. Syafa menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya. Sungguh, udara segar pedesaan itu sangat berbeda jauh dengan perkotaan yang di mana di jam seperti semua orang kembali beraktifitas.
"Kak Ali?" gumam Syafa ketika matanya menangkap bayang-bayang cowok yang ia kenal.
Ali tidak menggubris. Dirinya yang berbalut jaket coklat dan berbaring di kursi panjang dengan menyilangkan tangan itu, terlihat memejamkan mata dengan sebuah earphone di kedua telinganya. Tentu gumaman Syafa tidak didengar oleh cowok itu.
"Kak Ali?" panggil Syafa lagi, lalu mengernyit heran, "Tidur, kah? Yakali, tidur di luar, mana udara dingin banget gini,"
Perlahan, kaki Syafa mendekat. Gadis itu setengah duduk, menatap dengan alis mengernyit ketika wajah yang kini dekat dengannya itu masih diam tenang dalam keadaan yang tak nyaman itu. Bahkan Syafa sempat berpikir jika Ali tidur di teras vila dari semalam. Ah, sepertinya pikiran gadis itu terlalu jauh mengingat jika semalam turun hujan.
Yakali ...
Syafa melirik. Rambut Ali ikal dengan warna hitam pekat. Hidungnya mancung bak paruh elang. Alis matanya yang pekat terukir indah. Bibirnya yang tipis terlihat merah muda. Bahkan, bulu matanya yang lentik pun mengalahkan lentiknya bulu mata Zayra yang terkenal indah itu.
... Ini cowok, atau cewek, sih?
Keluarga Farisi memang dikelilingi dengan para perempuan cantik dan laki-laki tampan. Syafa bisa menilai orang mana yang bisa dikatakan indah dipandang. Setampan apa pun pria diluar sana tetap masih kalah tampan dengan Labib, atau pria Farisi lainnya. Kecuali ketika ia masih berstatus sebagai kekasih Ramzi, maka cowok itu yang paling tampan baginya. Ah, masa lalu. Gadis itu pun memuji Hafiz bukan karena tampannya cowok itu melainkan wajahnya yang manis dipandang, apalagi senyumnya yang tidak pernah membosankan. Bisa-bisa bikin diabetes.
... Kalo dia?
Syafa menghela napas pelan. Ali memang tampan, tapi ia juga manis seperti Hafiz. Namun tetap saja ada yang berbeda dari cowok yang bila dipandang maka pandangan terhadapnya tidak akan memuakkan. Tapi--
Eh?!
Bulu mata Ali bergerak. Kedua matanya mengerjap dan perlahan pula mata indah terbuka. Pupil matanya langsung jatuh pada orang yang berada di hadapannya. Tentu Syafa yang melihat itu hanya bisa diam, memandang pula mata yang masih menatap sendu dirinya.
... Apa ini ...
"... Hufs!"
Syafa memejamkan mata ketika angin dingin keluar dari hembusan mulut Ali. Gadis itu memundurkan kepala, lalu menyeka wajah di saat Ali terkekeh pelan dengan wajah setengah mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oman Cafe [SELESAI]
Teen Fiction(Spin-Off: Teruntukmu, Imamku) ~°°~ "Dia ganteng, tapi rese'! Suaranya bagus, tapi ngeselin!" Syafana Aliyya Farisi, gadis dengan paras cantik Arabnya itu sepertinya menyimpan dendam kusumat terhadap Aydrus Ali Haeddad, Barista Oman Cafe yang terlam...