Forty-Nine

366 44 15
                                    

"Sebenarnya dunia ini penuh dengan orang-orang baik. Jika kamu tidak menemukannya, ana yakin kamu akan menjadi salah satunya,"

~Alfiah Zaina Farisi~

_4 Maret

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~Rumah Sakit~

Rasanya air mata sudah terkuras habis. Syafa hanya bisa duduk berdoa untuk keselamatan Ali yang kini berjuang hidup di balik pintu ruang operasi. Operasi? Yeah. Tidak sampai satu jam di instalasi gawat darurat, Dokter Abbas meminta ruang operasi segera disiapkan. Tentu saja itu pasti hal yang buruk. Tidak bisa dibayangkan bagaimana keadaan Ali saat itu.

Syafa melirik pada Labib yang berdiri sembari menyandarkan tubuh pada dinding rumah sakit. Ia hanya diam, menetralkan kaget yang masih menggema. Tentu saja Labib kaget, ketika datang ke gudang dan melihat keadaan Ali seperti itu. Wajahnya bahkan masih pucat sampai sekarang. Syafa tau jika Labib trauma akan kejadian dulu, di mana Labib kecil jatuh dari ketinggian tangga dan membuat kaki kirinya mengalami fraktur tulang.

"Hufs ..."،

Labib menoleh atas helaan napas Syafa. Cowok itu berjalan mendekat, duduk di sebelah Syafa yang masih berbinar. Gadis itu memeluk Labib untuk ke sekian kalinya. Labib hanya bisa membuang napas pelan dan mengusap punggung Sang Kakak.

"Sabar aja. Kak Ali nggak ngebutuhin air mata buat ditangisi, tapi dia butuh doa. Lagipula Kak Ali bukan orang yang lemah," ujar Labib.

Syafa mengangguk, namun ia masih nyaman mendekap di dada bidang Labib. Gadis itu bersyukur karena memiliki saudara yang bisa diandalkan, bisa pula menenangkan Syafa di saat gadis itu bersedih. Dan bersedia pula memberikan pelukan untuk mendamaikan suasana hati.

"Syafa!"

Gadis yang dipanggil namanya itu menolehkan kepala, berdiri sebelum dirinya memeluk tubuh Zayra yang datang berlari dari kejauhan diikuti Sandra, Irra, dan Ares yang kebetulan mengantar mereka sampai ke rumah sakit.

"Kak Zay," melihat Zayra yang merupakan teman Ali sejak lama, rasanya mata Syafa kembali ingin menangis.

Zayra menatap iba. Matanya menoleh ke kanan, tepat pada ruangan operasi dengan lampu hijau yang terang di sisi atas. Detik kemudian, pintu itu terbuka kecil. Seorang dokter baru saja keluar dari dalam ruangan dengan operasi yang masih berlangsung.

"Abi?!" kaget Zayra.

Syafa membelalak, wajahnya memucat ketika melihat sarung tangan putih dari dokter yang keluar dari ruangan itu penuh dengan darah.

Abi Alwi membuka sarung tangan itu dan membuangnya ke tong sampah, lalu membuka maskernya, "Zay, yang di dalem itu Aydrus?"

Zayra terdiam. Ia kaget ketika mengetahui bahwa yang menangani Ali adalah Abi Alwi dan Dokter Abbas. Profesor dan dokter pangkat tinggi itu langsung turun untuk menangani Ali. Bermacam pikiran buruk kini terlintas di pikiran Zayra.

Seberapa parah luka Ali?

Abi Alwi menggeleng pelan, "Abi nggak nyangka sampe kayak gitu."

"A-abi, Aydrus gimana keadaannya? Operasinya belum selesai, tapi abi udah keluar," ujar Zayra.

"Abi mau manggil dokter anestesi," sahut Abi Alwi sebelum berlari-lari kecil menelusuri koridor rumah sakit.

Zayra melirik pada gadis yang kini menghapus air matanya.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang