"Namanya cinta itu seperti air yang mengalir, gak bisa ditahan. Tapi kalo sampai jatuh ke jalan yang salah, itu udah termasuk dosa,"
~Alfazhar Farisi~
7 June~
🌼🌼🌼
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Syah, Syah," Syafa menyodorkan bukunya, "Lo ngerti, gak?"
Aisyah tersenyum, "Kak, aku masih kelas satu, mana ngerti pelajaran kelas tiga,"
Iya juga. Aisyah, kan, junior di SMA itu sedangkan Syafa senior di sana. Syafa menghela napas, tugas yang diberikan Bu Halimah begitu menyesatkan. Entah memang tugasnya melenceng dari ajaran atau otak Syafa saja yang tidak sampai merangkup semua pembelajaran hitungan, tetap saja tugas itu harus dikumpul besok pagi-pagi sekali.
Syafa melirik pada buku-buku memilukan untuk dibaca. Dengan sekali lihat saja matanya tak sanggup untuk sekadar meliriknya, padahal itu buku pelajaran kelas satu. Bagaimana bisa Aisyah membaca buku rumit itu? Memang benar sekali otak mereka berjauhan bak samudera. Apalagi, Aisyah selalu diikutsertakan dalam olimpiade di luar sekolah.
"Besok Olimpiade Fisika? Gak capek, Syah?" tanya Syafa. Terkadang ia berpikir betapa lelahnya pikiran serta raga Aisyah jika selalu diikutsertakan dalam lomba-lomba yang menguras tenaga serta otak.
Aisyah menggeleng, "Enggak, dan aku suka,"
"Yah, setidaknya istirahat, dong," ucap Syafa.
Tring ...! Suara pesan masuk terdengar dari handphone Syafa yang tergeletak di atas meja. Sebenarnya Aisyah sudah memperingati untuk menyimpan handphone saat belajar, namun banyak sekali alasan Syafa agar handphone itu tetap bisa dilihat oleh mata. Alasan utama adalah biar dia bisa mendengarkan musik melalui sebelah earphone mini putih miliknya. Padahal menurut Aisyah belajar sambil mendengarkan musik itu malah mengganggu konsentrasi.
Tangan Syafa mengambil handphone, membaca tiap kata yang membuat hati berbunga dan senyum mengembang. Sekarang, jemarinya bermain di atas keyboard.
Aisyah menghela napas, "Kak Syafa, nanti gak selesai tugasnya. Tau sendiri Bu Halimah gimana kalo gak bikin tugas,"
"Iya, bentar aja, kok," sahut Syafa.
Aisyah menelengkan kepala ke kiri, "Kak Ramzi, ya?"
Senyum Syafa terlihat malu. Ah, pria yang disebutkan namanya itu berhasil membuat dirinya berbunga. Tentu saja Sang Kekasih Hati itu membuat matanya tak lepas dari handphone. Bukankah seorang yang bisa membuat kembas kempis dada itu bisa membuat kita lupa akan seisi dunia?
"Udah sebulan aja, ya, Kak Syafa sama Kak Ramzi?" tanya Aisyah lagi.
"Iya, masuk sebulan, sih. Tapi dia itu so sweet banget, Syah!" puji Syafa.
"Eum, seangkatan sama Kak Ali, ya? Cuma jurusannya aja beda," ujar Aisyah.
Syafa mengangguk, "Karena dia gue jadi ingin cepat-cepat lulus SMA dan masuk ke universitas yang sama kayak dia, biar bisa sama-sama terus,"
Aisyah tersenyum, "Tinggal menghitung bulan aja, Kak Syafa,"
Syafa mengangguk semangat. Ah, ia bahkan sudah memikirkan apa saja yang akan ia dan Ramzi kerjakan bila mereka ada di dalam satu universitas. Sebagai adik kelas, tentu Syafa akan bangga memiliki pacar yang seorang kakak tingkat pengurus ospeknya kelak. Setidaknya ia tidak akan dikerjai oleh kating lainnya karena ada Ramzi yang akan melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oman Cafe [SELESAI]
Teen Fiction(Spin-Off: Teruntukmu, Imamku) ~°°~ "Dia ganteng, tapi rese'! Suaranya bagus, tapi ngeselin!" Syafana Aliyya Farisi, gadis dengan paras cantik Arabnya itu sepertinya menyimpan dendam kusumat terhadap Aydrus Ali Haeddad, Barista Oman Cafe yang terlam...