Thirty-Nine

335 41 5
                                    


"Orang-orang bertanya kenapa gue susah banget percaya pada mereka? Percaya pada tiap kata yang mereka ucapkan

Tapi gue bertanya balik ... Kenapa mereka susah sekali menepati janji. "

~Zayra Azzahra~

_30 Desember

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Gue liat dari kukunya membiru, terus juga waktu ditanya lagi baru dia ngomong kalo dadanya kayak berat gitu katanya. Yah, gue jadi tau kalo itu ciri-ciri asma. Pas gue tanya, dia cuma senyum kaku doang," ujar Haikal sembari mengupas kulit pisang.

Zayra mengulum senyum, melirik pada mata sendu Hafiz yang kini sedikit terbuka. Cowok itu baru saja sadar beberapa menit lalu. Tubuhnya yang banyak berbalut perban masih sangat lemah, bahkan Hafiz hanya bisa memberikan kode bahwa dirinya tidak apa-apa melalui kontak mata tanpa bisa menggerakkan tangan dengan bebas.

Gadis menghela napas pelan. Ternyata inhaler yang ia temukan di lemari Oman Cafe adalah milik Hafiz. Cowok itu terlalu apik menyembunyikan sesuatu, bahkan tentang dirinya yang menderita asma ringan. Alfa dan Zyan pun tidak tau dan saat mengetahuinya mereka kaget. Untung teramat untung sekali, Zayra membawa inhaler itu bersamanya saat mereka mencari keberadaan Hafiz di desa kecil bawah jurang. Jika tidak entah apa yang terjadi, ditambah dengan jarak ke rumah sakit yang cukup jauh. Hah, setidaknya selama perjalanan, pernafasan Hafiz kembali normal berkat inhaler itu.

Zayra memejamkan mata. Syukurlah ...

"Gue nemuin motornya malem, narasumber nemuin orangnya pagi di hilir sungai. Lebih dari delapan jam di air, wajar saja suhu tubuhnya menurun drastis sampe di bawah tiga puluh lima derajat celcius,"

"Hipotermia," ujar Alfa, "Terlalu bahaya, apalagi untuk orang yang menderita asma ringan,"

"Berapa suhu tubuhnya waktu ditemuin?" tanya Haikal.

Zyan menggeleng, "Mereka gak tau. Tapi tadi pagi masih sekitar tiga puluh,"

"Hipotermia memasuki fase sedang bila suhu tubuh menurun pada kisaran dua puluh delapan sampe tiga puluh dua derajat celsius." jelas Haikal.

"Untung lo cepet ngasih napas buatan, Zay," celetuk Zyan.

Mata Haikal melebar, "Napas buatan? Zay, elo--"

"Apaan, sih? Enggak! Inhaler itu, mah!" Zayra mendengus kesal, lalu melirik pada Zyan yang mengacungkan jari peace.

Haikal berdiri setelah puas tertawa, "Gue ada janji sama pasien bentar lagi. Duluan, ya!"

"Syuqron, Kal," ucap Alfa.

Naurra melirik, lalu berjinjit agar mulutnya sampai untuk membisikkan sesuatu kepada Alfa. Untung Alfa yang peka itu segera menundukkan tubuh agar istrinya dapat berucap kata, "Al, kamu hari ini ada meeting, kan?"

"Astaghfirullah ..." gumam Alfa, "Iya, aku lupa ... Pantes Ares nelpon mulu,"

Alfa menoleh ketika Zyan menyikut lengannya, "Gih, jalan. Meeting penting, kan? Ntar gue yang jaga Haf. Toh, gue hari ini free time sampe senja,"

Alfa mengangkat sebelah alisnya, setuju akan usul Zyan, "Lo mau gue anter dulu, Zay?",

Zayra melirik, menggeleng pelan dengan menggigit bibir bawahnya, "Gue ... Ada perlu sama Abi Alwi ..."

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang