Thirty-Two

463 42 5
                                    

"Ternyata mau jadi orang besar itu harus merasakan jadi orang kecil dulu, ya,"

~Naurra Zahira~

28 November


🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Waaah!"

"Norak, norak. Diem aja,"

Syafa mengulum senyum. Ia mendekati Ali, lalu melihat kresek yang cowok itu bawa. Kenapa Ali melarangnya membawa buah-buahan itu?

"Biar gue yang bawa," ucap Syafa dengan tangan menjulur pada kresek buah itu, namun Ali menjauhkan kresek itu dari jangkauan Syafa.

"Berat, lo gak kuat," sahut Ali.

Syafa tersenyum. Jawabannya sudah ia dapatkan sekarang. Ah, kenapa kini ia lebih suka jika bersama dengan cowok cuek plus jutek itu? Ada suatu rasa yang menyenangkan walau melihat wajah cowok itu saja tangan Syafa ingin sekali memukulnya. Pun mengasyikkan saat membuat cowok Arsi itu darah tinggi.

"Eh, ini buah apa?" tanya Syafa sambil menunjuk buah berkulit cokelat.

"Buah zuriat," jawab Ali.

"Baru denger," gumam Syafa.

Ali mengangkat sebelah matanya, lalu mengambil buah zuriat itu, "Ini buah yang biasa tumbuh di daerah Timur Tengah,"

"Manfaatnya?" tanya Syafa menoleh, mendongak pada Ali yang lebih tinggi darinya.

"Banyak. Tapi orang lebih mengenal untuk menyuburkan kandungan dan melancarkan aliran darah saat haid," sahut Ali, "Selain itu juga untuk pengobatan kolestrol, sakit sendi, dan darah tinggi,"

"Wah, gue rekomendasi buah zuriat buat elo, Kak Ali," ujar Syafa.

Ali mengernyit, "Untuk apa?"

"Lo, kan, suka darah tinggi. Marah-marah gak jelas," cengir Syafa.

Sudut siku-siku terbentuk di sudut kepala kiri Ali, "Gue juga rekomendasi buah ini untuk lo,"

"Buat apa?" tanya Syafa.

"Buat melancarkan aliran darah ke otak lo," sahut Ali, lalu pergi begitu saja.

Syafa mendengus. Kesal, namun tetap senyum perlahan terukir di bibir manisnya.

"Tungguin!"

Ali menoleh pada beberapa tumpuk melon di sebuah meja, lalu mengambil sebuah dari banyak melon tersebut dan melihat-lihat.

"Bang, melonnya manis?" tanya Ali.

"Ampun, deh, Aliii! Tiap ke sini sampean pasti nanya." penjual melon itu terlihat menggeleng-gelengkan kepala.

Ali terkekeh pelan, "Nanya dulu, Bang Pardi. Kalo manis, saya ambil satu, dan yang lainnya satu juga,"

"Weleh, weleh? Kok, dikit?" tanya Bang Pardi sambil mengecek melon yang bagus untuk Ali.

"Yeah, saya bawa motor, gak mungkin harus beli kayak biasa," ujar Ali, lalu Syafa datang mendekat dan menyenggol lengan Ali hingga membuat cowok itu bertanya dengan bahasa isyarat. Hanya saja gadis di sebelahnya itu menggeleng sambil mengembangkan sebelah pipi kirinya dan melihat-lihat buah di depannya.

"Walah, iya, toh, Ndok? Sampean udah jarang tenan ke sini, biasanya kurir pake mobil gede gitu yang bawa terus belinya langsung banyak," ujar Bang Pardi, "Tumben sekali,"

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang