Thirthy

391 38 3
                                    

"Dunia ini ibarat pusara kegelapan. Kejahatan kerap dimaklumi sebagai kewajaran,"

~Aydrus Ali Haeddad~

_15 November

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Zayra mendongak ketika Fairuz memberikan sebuah minuman padanya.

"Hot Chocolate?" tawar Fairuz dengan senyuman simpul.

Zayra mengambil minuman itu, "Syuqron,"

"Afwan,"

Gadis itu menghela napas, lalu menghirup perlahan Hot Chocolate yang asapnya masih dapat terlihat. Kenapa Fairuz begitu baik padanya? Apa karena Zayra anak dari Dokter Alwi, jadi Fairuz mencari muka? Ah, tidak, itu pikiran buruk. Sudah tau dokter tampan itu menawarkan diri untuk menemaninya menonton film, membayarinya makan malam di restoran, membelikannya minuman, masa harus berpikiran buruk tentang dia? Seperti tidak tau rasa terima kasih sekali.

Dasar, cewek.

"Film-nya bentar lagi mulai," ujar Fairuz.

"Hm," sahut Zayra pendek.

Ah, sial. Zayra menggerutu pada waktu yang begitu lambat berjalan. Ia ke sini hanya untuk menonton film horor yang sedang booming, bukan duduk-duduk di ayunan mall seperti beberapa pasangan di sekitarnya. Walau di antara gadis itu melirik-lirik ke arah Fairuz, namun Zayra tak mempan akan wajah tampannya. Yang ia pikirkan saat itu menonton, lalu pulang dan bertemu dengan Sang Pujaan Hati.

Tentu saja kasur!

Gadis itu kembali menghela napas, "Lama,"

Fairuz melirik, lalu berdiri, "Ayo,"

Zayra menoleh, mengernyitkan dahi heran atas ajakan dokter tampan itu, "Ayo ke mana?"

"Ke sebuah toko, jika kamu tidak keberatan?"

Zayra mengangkat sebelah alisnya. Ia memang malas, namun ia tak keberatan untuk menemani dokter tampan itu menuju toko yang diinginkannya. Zayra menyamai langkah Fairuz, mengikuti kakinya berjalan masuk ke sebuah toko aksesoris.

"Ngapain?" tanya Zayra sembari menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.

"Lihat ini," ujar Fairuz sembari menunjuk sebuah kalung cantik dengan huruf A kecil yang begitu indah.

Zayra hanya diam. Dia memang tidak mempunyai estetika seni yang bagus, atau menyukai aksesoris yang selalu dipakai wanita. Ia tidak mengerti tentang emas, atau pun perhiasan lainnya. Ia pun hanya menggunakan dua buah gelang kayu kaukah yang pernah didoakan oleh Zaina.

Tapi, untuk pertama kalinya, jiwa perempuannya mengatakan bahwa kalung liontin dengan lapis emas putih itu begitu indah.

"Cantik," gumam Zayra. Ia sempat berpikir, apakah Abi Alwi mau membelikannya? Ah, tapi Zayra tidak hobi memakai kalung.

Fairuz tersenyum, "Benarkah?"

"Ya," angguk Zayra.

Fairuz kembali tersenyum. Ia meminta pada seller aksesoris itu untuk mengambilkan kalung yang dikata Zayra cantik itu. Ia memegang sebentar, lalu mengarahkan kalung itu pada Zayra dan--

"E-eeh!" sergah Zayra dengan tangan di depan wajah, "Ngapain?"

"Mencobakan kalung ini padamu," jawab Fairuz.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang