Forty-Three

362 41 2
                                    

"Ucapan itu harus dituturkan dengan baik, gak boleh pake nama kiasan. Harus dengan senyum juga, jangan lupa sopan santunnya,"

~Ali Aydrus Haeddad~

19_Januari

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Uhuk! Uhuk!"

Zayra terbatuk ketika debu melintas di depan hidungnya. Sudah berapa lama buku-buku itu berteger di rak buku ruang Abi Alwi, sih? Dari luar memang terlihat bersih, tapi di dalamnya banyak debu. Sungguh, buku itu sepertinya tidak pernah lagi disentuh oleh Abi Alwi.

"Abiii!" seru Zayra sebelum dirinya kembali terbatuk, "Kenapa buku di sini berdebu semua, sih? Kalo nggak kepake, ya, bawa pulang aja. Simpen di gudang kedokteran Abi, dong,"

Abi Alwi terkekeh pelan, "Itu memang mau Abi bawa pulang, tapi selalu lupa."

"Zay masukin kresek aja, ya? Sekalian bawa pulang ntar biar gak lupa lagi," ujar Zayra.

Abi Alwi hanya menanggapi dengan anggukan selagi dahinya mengeryit dan matanya sibuk membaca sebuah dokumen lama. Sedangkan Zayra kini sibuk memasukkan beberapa buku lama itu ke dalam kresek hitam yang cukup besar. Hah, lima buku itu saja begitu berat, bagaimana jika lebih banyak lagi? Mungkin kresek itu tidak kuat untuk menahannya.

Oh, iya, kalungnya ...

"Abi, Zay ke ruang Dokter Fairuz bentar, ya?" izin Zayra.

"Hah? Ke ruang Dokter Fairuz?" wajah Abi Alwi langsung menoleh sumringah ketika anak gadisnya itu menyebut nama calon menantu idamannya itu.

Zayra speechless, "Iya, Bi, mau balikin sesuatu. Bentar doang, kalo Abi chat, ya, Zay langsung ke sini kayak biasa,"

"Iya, iya, silahkan, lama juga gapapa, Abi gak bakal ganggu dengan chat, kok," ujar Abi Alwi tersenyum.

"Kalo gitu, Zay pergi dulu,"

Abi Alwi mengangguk dengan senyuman dan tangan yang membalikkan dokumen itu. Bukankah perkataan gadis yang baru saja pergi itu sama halnya dengan memberikan lampu hijau kepada Fairuz? Begitu senangnya Abi Alwi hingga berpikir demikian.

Zayra menoleh. Tidak sampai lima menit kakinya sudah berada tiga meter dari ruangan Fairuz, padahal ruangan Abi Alwi ada jauh di lantai atas. Kaki gadis itu mendekat ketika seorang suster paruh baya keluar dari ruangan itu sembari membawa beberapa barang kecil. Hm, Zayra ingat wajah suster itu. Apa itu suster yang pernah ia tabrak dengan brankar rumah sakit saat masih kecil?

"Sus, Dokter Fairuz-nya ada? Apa sedang ada pasien di dalam?" tanya Zayra sopan.

"Anak Dokter Alwi, ya ... Zayra?" suster itu balik bertanya dengan senyuman.

Owh ... Sepertinya emang suster yang gue tabrak dulu ... Zayra terkekeh, "Iya,"

"Dokter Fairuz-nya ada, kok. Sekarang free time, gak ada jadwal apa pun setelah jadwal beliau operasi. Apa perlu saya katakan kalo Anda datang?" tanya suster itu.

"Eeh, gak perlu, kok. Saya langsung masuk saja," potong Zayra cepat.

Suster itu hanya tersenyum dan mengangguk sebelum pamit pergi. Hah, beruntung suster itu tidak mengungkit kejadian lama. Gara-gara Ajib, Zayra jadi main mobil-mobilan memakai brankar rumah sakit.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang