Twenty-Nine

420 39 4
                                    

"Jangan kehilangan rasa percaya diri, hanya karena komentar jiwa-jiwa kecil yang iri dengan kebaikan hidupmu."

~Alina Syahnaz~

_11 November

🌼🌼🌼

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Guy's!"

Rizan dan Arif yang tengah memperebutkan kunci jawaban dari kertas Ali, mendongakkan kepala atas suara yang sangat mereka kenal dan tentu memanggil mereka. Alina datang dengan sedikit berlari dan dengan wajah penuh sinar pada senyum senangnya.

"Wah, ada apa, nih, berseri-seri gitu?" tanya Rizan.

"Coba tebak," ujar Alina, tak luput dari senyumnya yang mengembang tiada tara.

"Lo dapet nilai plus dari Pak Medi?" tebak Rizan.

Alina menggeleng, "No! No! Ayo, tebak lagi,"

Ali mendongak, "Dapet makanan gratisan?"

Kembali, Alina menggeleng, "Salah. Ayooo!"

"Oh! Dapet pernyataan cinta dari orang gila belakang kampus, ya?" tanya Arif.

Bletak!

"Bukan," sahut Alina, sedangkan Arif hanya mengelus kepalanya yang dipukul Alina dengan botol mineral milik Rizan.

"Apa, sih? Ngasih tau aja lamanya seabad!" gerutu Arif.

Alina tersenyum, lalu menarik kursi di sebelah Ali, "Gue ..."

"Yaaa?"

"Gue ... Gue diajak nge-date sama Amar!" seru Alina senang.

Eh? Ali terdiam.

"Weih, serius lo? Jangan-jangan cuma imajinasi lo doang gegara terlampau nge-fans sama dia?" tanya Arif.

"Ya Allah, enggak! Serius gue, mah ..." sahut Alina, "Tadi waktu di parkiran mau ambil yang ketinggalan di motor, Amar ngedeketin gue. Terus kayak basa basi gitu. Tiba-tiba dia ngomongin tempat makan baru, terus nanya sama gue mau gak dinner di sana?"

"Terus lo jawab apa?" tanya Rizan.

"Yakali! Gue mau, laaah!" seru Alina senang.

Setiap kata yang dilontarkan Alina hanya membuat Ali diam, tak seperti Rizan dan Arif yang menanggapi perkataan senangnya itu. Entahlah, ada rasa mengganjal jika sohibnya itu pergi bersama Amar. Tentu, perkataan Amar yang terdengar melecehkan Zayra saat di kamp pelatihan masih terngiang di pikirannya. Apalagi Amar adalah badboy yang banyak berpacaran dengan perempuan luar. Bahkan lebih badboy dari Ramzi yang notabe mantan pacar Syafana.

Kayaknya lebih dari Ramzi ... Ali menyeruput es teh miliknya. Alina sangat senang saat ditawari dinner oleh Amar. Bukannya Ali tidak suka ... Ah, tidak, Ali memang tidak suka akan kesenangan Alina saat itu tentu gara-gara tingkah Amar yang makin hari makin menunjukkan sifat jeleknya itu. Namun kenapa tiap di depan Ali, atau yang lainnya ia masih mencari muka? Padahal ia mempunyai niat tertentu apalagi pada Naurra. Tentu pasti Ali tidak suka karena ia khawatir pada Alina.

"Lin, lo serius suka sama Amar?" tanya Ali.

Alina mengerutkan dahi. Kenapa Ali berbicara seolah-olah gadis itu hanya mencintai dengan perasaan biasa saja?

"Iyalah, Al. Lo kenal gue berapa lama, sih? Emang gue ada suka ke orang lain selain sama Amar?" tanya Alina balik.

Baru saja Ali ingin menanggapi perkataan Alina, namun ia tutup kembali mulutnya rapat-rapat dan hanya menghela napas. Ia ingin sekali agar Alina tidak pergi bersama Amar. Tapi melihat wajah bahagia dan suara yang menggebu saat bercerita dengan Arif dan Rizan, Ali sulit untuk menghalanginya.

Oman Cafe [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang