Hayato hanya berdiri menunduk dihadapan [Name] sembari memainkan ujung bajunya.
"Mama, maaf. Tidak seharusnya aku berteriak kasar seperti itu semalam."
[Name] menghela nafasnya. "Mama tidak marah. Mama hanya ingin Hayato mengerti kekhawatiran Mama jika Hayato pergi jauh."
"Apa artinya Mama tidak mengijinkan?"
[Name] bangkit dari sofa dan meraih tasnya. Sudah saatnya ia berangkat bekerja.
"Entahlah. Mama hanya belum bisa menerimanya begitu saja. Mama masih butuh waktu untuk berpikir kembali."
Gantung, tidak ada kejelasan, itulah yang Hayato pikirkan. Ia hanya bisa berharap Papanya masih bisa membujuk [Name] lagi.
.
.
.Ponsel [Name] berdering sesaat setelah ia keluar dari kamar pasien. Nama Izana muncul dilayar smartphonenya.
"Ada apa, Kak?"
"Kudengar Hayato ingin ke Argentina? Apa benar?"
Izana langsung bertanya tanpa basa-basi. [Name] berpamitan dengan perawat yang bekerja dengannya.
"Darimana Kakak tahu? Ahh.. Wakatoshi-kun sudah cerita, ya?"
Izana mengiyakan. "Waka-waka curhat padaku dan meminta pendapatku bagaimana jika Hayato ikut denganku disini. Lagipula ia memang ingin jadi setter, kan?"
"Benar. Itu cita-citanya dari kecil." Ujar [Name] membenarkan.
"Aku hanya ingin kau memikirkan kembali. Aku tidak masalah jika Hayato disini. Toh, Aika akan ada temannya."
[Name] terdiam sejenak. "Aku akan memikirkan kembali, Kak. Aku tidak bisa memutuskan secepat itu."
Terdengar suara helaan nafas di seberang sana. "Aku mengerti. Jika memang Hayato ke Argentina, jangan lupa segera kabari aku."
"Baiklah. Sampai nanti."
Usai telepon singkat itu ditutup, wanita itu segera masuk ruangan dan duduk menyenderkan kepalanya di sandaran kursi sembari menghela nafas.
"Tentu saja aku senang Hayato mau berusaha. Tapi entah mengapa aku masih tetap bimbang mengijinkan atau tidaknya. Aku masih terlalu ragu untuk memberinya kesempatan."
Detik berganti menit, menit berganti jam. Tak terasa sudah saatnya [Name] untuk keluar rumah sakit dan kembali pulang. Duduk di halte bus dengan pikiran yang kacau. Sempat menabrak seseorang dengan tak sengaja.
Hingga ia berhenti dan turun di sebuah halte lain. Hatinya memang ingin menuju ke tempat itu. Berjalan melewati satu gang ke gang lainnya hingga sampai ke sebuah rumah yang masih mempertahankan bentuk aslinya dari masa ke masa.
Ya, ke rumah mertuanya.
"Kenapa aku malah ke rumah Ibu, ya?" Gumamnya.
Matanya melirik kearah kunci pagar. "Tidak dikunci? Apa Ibu sedang keluar?"
Dengan sigap [Name] membuka ponsel dan menghubungi Ibunya.
"Maaf, panggilan yang Anda tuju sedang tidak aktif."
Manik [Name] membulat. "Tidak biasanya. Aku langsung masuk saja."
[Name] membuka pagar lalu segera menuju arah pintu dan menekan kode password. Namun betapa kagetnya ia jika kode yang ia tekan salah. Ia menelepon Ushijima.
"Ne, Waka-kun. Apa kau mengganti kode password pintu rumah Ibu?" Tanyanya to the point.
"Oh, aku menggantinya minggu lalu. Kau mampir ke tempat Ibu? Kenapa tidak bilang? Kita bisa pergi bersama-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] USHIJIMA FAMILY : Book 2
RandomKehidupan menjadi orang tua baru bagi 3 orang anak. Apakah keduanya bisa membesarkannya? Masalah apa yang akan menimpa kehidupan rumah tangga mereka? Tidak ada yang tahu. 2nd Book From Ushijima Family