Ushijima didesak Ibunya untuk membawa [Name] ke rumah sakit. "Toshi, Ibu tidak berpikir ini dia sakit asam lambung dan sebagainya tapi yang sakit itu mentalnya."
Ushijima menghela napas. "Aku tahu."
"Kalau kau tahu kenapa tidak segera dari kemarin?!! Dengar, dia dibully habis-habisan padahal itu bukan kesalahannya. Traumanya kehilangan Taka juga membuka trauma masa kecilnya. Ibu tidak masalah kau tidak pulang kerumah, justru sering-seringlah temani dia. Percobaan bunuh diri 5 kali dalam dua bulan terakhir itu tidak wajar."
Ushijima yang mendengarkan Ibunya mengomel itu hanya diam dan menatap [Name] yang masih tertidur pulas diranjangnya.
"Toshi! Kau dengarkan?"
"Iya aku dengar."
[Name] bangkit secara tiba-tiba dari tidurnya dengan keringat membasahi kening dan pelipisnya. Ushijima yang tahu itu segera mematikan teleponnya.
"Ibu, sepertinya [Name] mimpi buruk lagi. Kumatikan dulu."
Ushijima duduk ditepian ranjang dan mengelus kedua pipi [Name] yang terengah-engah. "Hei, jangan panik. Aku disini, tidak ada orang lain."
"Wakatoshi-kun, ini hari apa? Bukankah kita terlambat untuk ke sekolah?"
"Ini hari Minggu, [Name]. Kita tak oerlu ke sekolah." Jelas Ushijima sembari mendekapkan [Name] dalam pelukannya. "Mimpi buruk lagi, ya?"
Pertanyaan Ushijima dijawab dengan anggukan [Name]. Ushijima baru pertama kali melihat sisi dan titik terlemah dalam diri [Name]. Ini bukan seperti [Name] yang ia lihat pertama kali.
Ia tidak menyesal, ia memaklumi karena apa yang menimpa [Name] pun juga belum tentu bisa ia lalui sendirian.
"Baru trauma kehilangan saja sudah seperti ini. Bagaimana dengan masa kecilnya dulu yang menerima kekerasan fisik hampir setiap hari?" Batin Ushijima.
.
.
.Dengan bantuan bujuk rayu Bibinya, Nyonya Sawamura, [Name] mau dibawa ke Psikiater untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Sudah 2 jam [Name] didalam ruangan dokter. Hingga pihak keluarga dipanggil untuk diberikan edukasi. Ushijima pun ikut masuk.
"Apakah [Name] mendapatkan gangguan-gangguan baru? Apa halusinasinya itu benar?" Tanya Nyonya Sawamura.
Dokter itu menggeleng. "Dari riwayat kesehatan mental yang di derita Nona Navier sejak kecil menunjukkan bahwa ia menderita PTSD. Usai kecelakaan 3 bulan lalu dan kehilangan seseorang juga menambahkan gangguan baru, yakni gangguan kecemasan anxiety disorder."
"Apa itu bisa membahayakan keselamatan jiwanya?" Tanya Ushijima.
"Betul. Anxiety Disorder sebenarnya lebih berat dari gangguan depresi." Jelas Dokter. "Keduanya hampir sama namun biasanya pengidap depresi merasakan keputusasaan dan kemarahan serta kelelahan dalam aktifitas sehari-hari. Sedangkan dalam Anxiety Disorder, pengidap akan merasakan dan mengalami gangguan takut, panik dan cemas secara mendadak. Itu dapat memicu pengidap untuk melakukan bunuh diri."
Saat ini [Name] mengalami gangguan PTSD dan Anxiety Disorder bersamaan, itu membuatnya benar-benar drop secara mental dan fisik. Dokter meresepkan obat penenang dengan dosis yang lebih tinggi sedikit dari yang [Name] konsumsi semalam, tak lupa dengan beberapa vitamin dan obat untuk tekanan darahnya.
Disisi lain dua kakak beradik tengah duduk santai dalam perjalanannya. Menikmati segelas champagne yang telah disiapkan oleh awak kabin.
"Kau yakin dengan cara ini, Jay? Apa iya [Name] akan setuju?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] USHIJIMA FAMILY : Book 2
RandomKehidupan menjadi orang tua baru bagi 3 orang anak. Apakah keduanya bisa membesarkannya? Masalah apa yang akan menimpa kehidupan rumah tangga mereka? Tidak ada yang tahu. 2nd Book From Ushijima Family