XXXVIII

1.4K 58 6
                                    


Alastair : Udah ngerasa pinter?

Kaia hanya menelan ludahnya membaca pesan yang datangnya dari Asta. Sedikit tidak menduga, Asta mengiriminya pesan seperti itu. Kaia pikir, Asta tidak benar-benar serius mengundangnya untuk datang ke rumah.

Ditengoknya jam yang tertempel di dinding kamarnya yang berwarna putih. Pukul 14.05 WIB. Sebetulnya, kalau Kaia memang berniat datang ke rumah Asta, Kaia bisa datang lebih awal. Misalnya jam 10 atau jam 11 pagi. Tetapi karena Kaia tidak berniat, jadilah Kaia masih santai rebahan di kamarnya.

Alasan Kaia tidak berniat, tentu saja karena Kaia takut. Kaia pernah menyaksikan sendiri bagaimana keadaan Licia saat disekap di rumah Asta. Bukannya kepedean, Kaia takut Asta akan menyekapnya seperti Asta menyekap Licia! Di saat bibir bawahnya masih dia gigit, ponselnya kembali bergetar. Satu pesan baru masuk dari Asta.

Alastair : Oh, segini doang ternyata usahanya.

Kaia jadi berdecak. Tidak suka dengan sindiran Asta. Asal Asta tau saja, Kaia belum menyerah untuk menjadi dokter. Masih terlalu dini, boy! Selagi masih ada kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri, Kaia akan terus berusaha.

Oke, Kaia akan datang!

*

Dengan menggunakan setelan kemeja putih polos dipadu celana jeans denim, akhirnya Kaia tiba di rumah Asta. Seperti yang Kaia tau dari Lanang kalau pintu gerbang rumah Asta rusak, jadilah Kaia langsung masuk sampai ke pintu utama rumah yang menyerupai kastil hantu itu.

Dipencetnya bel sekali, pintu rumah itu langsung terbuka, sehingga memperlihatkan sosok Asta yang berdiri menjulang di depannya. Semula Kaia sempat ragu, namun pada akhirnya, ia menyapa dengan senyum garing di wajahnya, "Hai. Hehe."

Asta tidak menyahut. Cowok itu hanya mengisyaratkan Kaia untuk segera masuk. Setelah Kaia masuk, Asta menutup kembali pintu rumahnya dengan rapat.

"Jadi lo mau nunjukkin ke gue cara biar gue bisa masuk kedokteran Johns Hopkins? Bisa lo tunjukkin sekarang?" ujar Kaia to the point. Kaia sudah bertekad kalau ia tidak ingin berlama-lama di rumah yang menurutnya mencekam ini.

Lagi-lagi cowok itu tidak menyahut. Hanya mendecih sambil terus berjalan. Kaia yang heran dan sedikit kesal hanya bisa menggerutu sambil membuntuti langkah panjang cowok itu. Akan tetapi langkah Kaia segera berhenti begitu ia teringat kalau dirinya pernah dibuat nyasar oleh Asta di rumah ini. Tak mau ketinggalan, ingatan tentang penyekapan Licia juga mencuat di kepalanya. Menyadari hal ini, membuat Kaia kesusahan menelan ludahnya. Perasaan tidak enak segera menyerang dirinya. Ia jadi ragu sekarang, hingga berpikir untuk batal saja.

"Kenapa?" tanya Asta yang sadar kalau Kaia sudah tertinggal di belakangnya. Cowok itu membalikkan tubuhnya.

"Gue pulang aja deh ya, nggak jadi." Kaia sudah mau kabur, namun dengan cepat Asta sudah hinggap di dekatnya, menahan tangannya. Refleks Kaia kaget dan dengan cepat pula ia menarik tangannya sebelum Asta menahan tangannya lebih kencang.

"Lo takut gue nyekap lo?" decak Asta menyadari sikap Kaia.

Kaia diam sambil memperhatikan Asta dengan cermat dan hati-hati.

"Nyekap lo cuma bikin gue repot. Nggak ada manfaatnya." Lanjut Asta kembali berjalan. Meski ucapannya terdengar menyebalkan, namun hal itu mampu membuat ketakutan Kaia sedikit hilang. Alhasil, Kaia kembali mengikuti Asta dengan langkah waspada.

Kini Asta dan Kaia sepertinya sudah sampai di tempat tujuan. Tepatnya di salah satu ruangan gelap yang ada di rumah Asta. Ruangan yang tertutup dengan pintu yang tinggi. Mungkin pintunya mencapai 3 meter.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang