Siang ini, Kaia sedang menyendiri di perpustakaan. Menjauhi keramaian yang makin panas membahas tentang prom night yang katanya akan berlangsung spektakuler. Alasan lainnya adalah karena Kaia sedang merasa down dan frustasi dikarenakan ia gagal di percobaan ujian masuk ke John Hopkins University yang diadakan oleh salah satu lembaga bimbel. Kalau dihitung-hitung, ini adalah uji coba yang gagal nomor 5 dari total 5 percobaan yang pernah Kaia ikuti.
Kaia memijit-mijit dahinya, membuat poninya jadi berantakan. Tetapi Kaia tidak peduli. Saat ini ia sedang dan terlalu fokus dari hasil ujian di hadapannya. Kaia mencoba mencermati satu demi satu soal serta jawabannya. Mencoba menelaah dan mengevaluasi kesalahannya yang terbilang fatal.
"Tampang lo udah kayak orang susah. Jangan masang tampang biar makin keliatan kayak orang susah." Teguran itu datang dari orang yang paling tidak Kaia sangka. Ya benar, Asta!
Selama hampir 3 tahun bersekolah di SMA Soebroto, baru kali ini Kaia melihat manusia satu itu menginjakkan kakinya di perpustakaan. Perlu diulang, per-pus-ta-ka-an. Saking terkejut dan tidak menyangkanya, Kaia sampai tidak bisa berkata-kata. Bahkan ketika cowok yang sedang memegang kaleng minuman bersoda itu menghampirinya, lalu duduk di sebelahnya dan mengambil kertas yang sedari tadi Kaia cermati.
Setelah melihat kertas itu, Asta jadi bisa menebak alasan kenapa Kaia jadi seperti orang susah begini. Menyebalkannya lagi, Asta sengaja tersenyum merendahkan pada Kaia setelah melihat hasilnya yang bisa dibilang buruk. "Belum 100 kali percobaan. Masih aman."
Segera Kaia merebut kertas itu dari tangan Asta dengan sewot. "Ngapain lo kesini? Tumben banget. Biasanya kan lo kalo nggak sama temen-temen lo, lo pacaran sama Cia." Tanya Kaia mengalihkan topik pembicaraan.
"Cia nggak masuk. Gue nggak ijinin dia masuk setelah kemaren dia pingsan."
Kaia mengangguk-anggukkan kepalanya. Siapa sih yang tidak mendengar kabar itu? Sepertinya kabar apapun sekalipun itu hanya kabar kecil, jika datangnya dari Licia atau Asta, akan tetap tercium oleh orang lain. "Lo pacar apa bapaknya sih?" Seketika mata Asta melirik tajam pada Kaia. Kaia langsung nyengir, "Joke, Ta, joke. Jangan marah dong, kan waktu itu lo juga nge-joke tuh." Kemudian Kaia kembali fokus pada lembar hasil ujiannya.
"Gue nggak mau dia kenapa-kenapa, makanya gue suruh dia istirahat sampe bener-bener fit buat sekolah." Jelas Asta tanpa diminta.
"Lo cinta banget ya sama Cia?" tanya Kaia sambil memperhatikan cowok di sampingnya.
"Iya." Jawab Asta tegas tanpa ragu sedikitpun. Kedua matanya menatap lurus deretan rak buku di depannya.
Kaia langsung terdiam. Di pikirannya terlintas 3 peristiwa sekaligus yang menyangkut Licia, Ben dan dirinya. Pertama, Kaia teringat dengan kejadian perselingkuhan Licia dengan cowok yang dikenalnya semasa SMP. Kedua, Kaia teringat dengan kejadian di mall waktu ia melihat Licia jalan dengan Ben. Ketiga, yang baru terjadi kemarin siang menjelang bel masuk berbunyi. Kaia secara tidak sengaja berpapasan dengan Licia di depan ruang OSIS. Kaia yang memang tidak akrab dengan Licia, hanya tersenyum singkat tanpa berniat menyapanya. Namun, secara tiba-tiba Licia memanggil namanya sehingga mau tidak mau Kaia menghentikan langkah.
"Lo suka sama Asta?" tembak Licia membuat Kaia kaget bukan main. Sampai-sampai Kaia hanya bisa melongo menanggapinya. "Ngaku aja, gue nggak bakal marah kok."
Kaia menggelengkan kepalanya pelan seraya memikirkan ucapan Licia. "Eng—"
"Sabar ya, nggak lama kok. Setelah itu tiba, lo boleh ambil bekas gue." Lanjut Licia tersenyum sinis, kemudian pergi begitu saja tanpa memberikan kesempatan bicara untuk Kaia yang benar-benar heran sekaligus tidak mengerti dengan maksud ucapannya.
"Banyak orang mikir gue gila, gue posesif, gue protektif. Itu bener. Tapi apa salah gue bertindak kayak gitu karena gue cinta sama Cia?" lanjut Asta membuat Kaia kembali fokus padanya.
Kaia terdiam. Kaia pikir Asta tidak menyadari sikapnya seperti yang ia sebutkan tadi. Kaia pikir juga Asta tidak tau jika orang lain menilainya seperti itu.
"Apa salah kalo gue nggak mau kehilangan Cia? Apa salah kalo gue berusaha buat pertahanin Cia biar tetep jadi milik gue?" tanya Asta lagi kali ini sambil menatap kedua mata Kaia lurus-lurus.
Kaia jadi bingung harus menjawab apa. Mana suasana jadi mencekam seperti ini. Membuat Kaia menyesali pertanyaannya saja.
"Jawab pertanyaan gue." desis Asta terlihat menyeramkan.
Kaia merapatkan bibirnya dengan kesepuluh jarinya yang saling meremas. Ia sedang menimbang apakah ia harus memberi tahu pada Asta tentang tindakan Licia yang jalan dengan Ben serta ucapan Licia padanya. Sepertinya iya. Asta dengan ketulusan serta kesungguhan hatinya pada Licia berhak tau seperti apa gadis yang ia perjuangkan. "Lo nggak salah kalo lo nggak mau kehilangan Cia. Tapi—"
"Thanks. Gue harap lo bakal selalu jadi support system gue." Ucapan Kaia terpotong karena Asta lebih dulu menepuk-nepuk puncak kepala Kaia. Setelah mengatakan itu, cowok itu berdiri. Kemudian berjalan menjauhi Kaia, keluar dari perpustakaan.
"Tapi gue mau ngasih tau sesuatu sama lo, Ta." Lanjut Kaia lirih tanpa pernah didengar oleh Asta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR
Teen Fiction(COMPLETE) Dia adalah seorang pemuda yang mendekati sempurna secara fisik, namun minus secara akal. Dia tampan, tetapi arogan. Dia tinggi, tetapi suka semaunya sendiri. Dia memiliki tubuh yang wangi, tetapi egonya tak tertandingi. Dia berasal dari k...