Licia langsung memeluk Meg, begitu gadis berkaca mata itu datang menghampirinya dan berkata secara singkat, "Cia, kita sekarang bisa temenan lagi!" Entah darimana datangnya keajaiban ini, Licia tidak tau. Yang jelas, Licia amat sangat senang dengan dirinya yang akhirnya bisa kembali mempunyai teman. Meski hanya Meg, tapi untuk saat ini Licia pikir itu sudah cukup. Lagipula memang dibanding yang lain, Meg inilah teman yang paling dekat dengannya.
Di tempat kedua cewek itu berada, muncul Asta secara tiba-tiba. Meg langsung mengurai pelukannya dengan Licia. Gadis berkaca mata itu langsung diam menunduk begitu bertemu mata dengan pacar temannya.
"Mau apa?" tanya Licia hati-hati. Ia langsung menggenggam tangan Meg dengan erat. Seolah tidak mau Asta memisahkannya lagi dengan Meg untuk yang kedua kalinya.
Asta mendengus melihat apa yang Licia lakukan. "Satu temen cukup kan?"
Mata Licia melebar, sedikit tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mulutnya ingin mengucapkan sesuatu, namun kembali ia rapatkan. Ia terlalu bingung dengan apa yang terjadi di depannya, terlalu bingung juga ia memilih kata yang tepat untuk ia katakan pada Asta.
Tanpa bicara apapun lagi, Asta pergi meninggalkan kedua cewek itu. Membiarkan mereka larut dalam moment kebersamaan yang mungkin sudah lama mereka rindukan.
"Lo harus jelasin ke gue, apa yang terjadi?" tanya Licia cepat begitu Asta pergi.
"Tadi pagi Asta nyamperin gue kelas. Terus dia bilang, gue boleh temenan sama lo lagi. Lo tau? Gue sampe syok dengernya. Nggak nyangka banget Asta bakal ngomong kayak gitu ke gue."
"Asta?" mata Licia kembali melebar.
Meg menganggukkan kepalanya. "Dia juga bilang, nyuruh gue jagain lo baik-baik kalo mau gue temenan sama lo lagi."
Setelah waktu yang cukup lama, Licia berhasil dibuat bahagia oleh Asta.
*
"Oh, sedikit nggak adem." Segera tangan Rich ditepis keras oleh Asta. Baru saja cowok cablak itu menempelkan telapak tangannya di dahi Asta, mengecek mungkin saja suhu tubuh Asta naik, sehingga mempengaruhi kinerja otaknya.
"Kalo dari dulu lo lakuin ini, Cia udah lebih duluan seneng, Ta." Ujar Oscar ikut senang dengan fakta baru bahwa Asta sudah mengijinkan Licia kembali mempunyai teman. Hal itu jelas membuat teman-temannya terkejut sampai Rich kira kalau Asta sakit.
"Apa-apa emang kudu nunggu ada sesuatu dulu baru nyadar." Sindir Lanang membuat mendengus, sedangkan ketiga teman lainnya tertawa.
Tawa mereka tidak bertahan lama begitu salah satu dari mereka yakni Rich menyadari keberadaan seorang cewek yang duduk sendirian di tengah keramaian kantin siang hari ini. Cewek itu bukan lain adalah Rion, pacar Oscar. Sebelum Asta dan Licia jadian, mereka sudah lebih dulu menjalin hubungan. "Cewek lo sendirian tuh. Mo lo anggurin sampe kapan?" ujar Rich sambil menyenggol lengan Oscar.
Mata Oscar otomatis mengikuti arah tunjuk Rich. Untuk sesaat Oscar cukup terkejut melihat pacarnya sendirian duduk hanya dengan memegangi gelas. Namun beberapa detik kemudian, ia tau kalau Rion tidak benar-benar sendirian. Lihat saja, ada seorang Kaia sedang berjalan membawa nampan berisi 2 mangkuk makanan menuju meja Rion berada. "Ada Kaia kok."
Rich menggelengken kepalanya berulang kali. "Lo nggak masalah kalo cewek lo kena tikung si cebol?"
"Beda orang beda isi kepala kali, Nyet. Yang satu beneran isinya otak. Yang satu isinya batu." Sahut Ilo sambil melirik Asta yang seketika juga melirik padanya.
Tawa Rich kembali meledak mendengarnya. Lanang memang suka menyindir Asta dengan tingkahnya yang kadang keterlaluan. Tapi kalau yang menyindir Ilo, itu sudah beda lagi. Lebih nyess, lebih masuk hati, lebih menyakitkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR
Novela Juvenil(COMPLETE) Dia adalah seorang pemuda yang mendekati sempurna secara fisik, namun minus secara akal. Dia tampan, tetapi arogan. Dia tinggi, tetapi suka semaunya sendiri. Dia memiliki tubuh yang wangi, tetapi egonya tak tertandingi. Dia berasal dari k...