XXV

1.7K 81 2
                                    

Licia jadi buah bibir paska prom yang berlangsung hari Sabtu kemarin. Bagaimana tidak, ia adalah seorang Licia, pacar Asta yang telah memutuskan Asta secara sepihak dan memilih menjadi pacar cowok yang sudah jelas jadi musuh bebuyutan Asta. Banyak yang tidak menduga, banyak yang tidak percaya, banyak juga yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Licia telah berbuat seberani itu kepada orang nomor satu di sekolah.

Di tengah orang-orang yang masih sibuk membicarakan tentang Licia, Ben dan juga Asta, sosok yang paling dinanti-nantikan hadir justru tidak tampak di sekolah bersama dengan keempat temannya sekaligus.

"Mereka sekarang lagi ada di basecamp." Kata Rion sambil meletakkan ponselnya di meja. Rion baru saja mendapat kabar dari Oscar mengenai keberadaannya dan juga teman-temannya termasuk Asta.

"Basecamp?" Kaia mengernyit mendengar kata itu.

Rion mengangguk, "Semacam ruang rahasia mereka berlima."

Kaia menghembuskan nafasnya seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Sampai saat ini, Kaia masih memikirkan kejadian itu. Kejadian yang pasti sangat menghancurkan Asta. Bagaimana bisa Licia bertindak sejauh itu? Andai saja Licia tau betapa Asta benar-benar mencintainya.

Di sisi lain, Ben sedang tertawa amat sangat puas atas kemenangannya. Baru pertama kali ini ia merasa sesenang ini dalam hidupnya karena tak hanya telah berhasil merebut pacar Asta, tetapi ia juga telah berhasil membuat orang nomor satu itu kena mental.

Mera yang saat ini bersamanya berdecak iri. Selama ini, nasibnya dan nasib Ben itu tidak beda jauh. Sama-sama menyukai seseorang yang sudah menjadi milik orang, sama-sama mengalami cinta bertepuk sebelah tangan. Namun sejak hari Sabtu kemarin, nasibnya dan nasib Ben sudah berbeda. Nasib Mera masih tetap, sedangkan nasib Ben sudah berubah menjadi lebih baik.

"Gih, cari tuh si Asta, barangkali dia udah mau dibelai-belai sama lo." Ujar Ben terkekeh pada Mera yang cemberut padanya.

"Masalahnya gue nggak tau dimana Asta, goblok! Dia ngilang setelah hari Sabtu kemarin!"

"Ya lo cari lah, bego amat." sahut Ian sambil mengulum permen karetnya.

"Gimana bisa lo akhirnya dapetin Cia? Murni karena dia mau sama lo atau ada sebab akibatnya?" Tanya Faolan tidak ikut merundung atau menertawakan Mera.

Satu ujung bibir Ben terangkat, "Selama Cia ada di pelukan gue, apa itu penting?"

*

Sore ini Kaia kembali ke rumah sakit menemani Kalandra untuk fisioterapi. Kalandra masih harus menjalani rangkaian kegiatan itu dalam beberapa minggu. Seperti biasa, Kaia dan Kalandra akan bertemu langsung di rumah sakit. Kaia menggunakan mobil Kalandra. Sedangkan Kalandra diantar oleh supir kantornya. Lalu nanti, anak dan ayah itu akan pulang dengan mobil yang sama.

Masih seperti biasa, selama Kalandra menjalani fisioterapi, Kaia menunggunya di luar ruangan. Awalnya Kaia sendirian di ruang tunggu yang lengang dan cukup dingin itu. Namun kedatangan seorang siswa SMP membuatnya tak sendirian lagi. "Eh, ada adik kecil." Celetuk Kaia.

Alta hanya berdecak. Belum apa-apa Kaia sudah membuatnya kesal hanya karena memanggilnya adik kecil. Meskipun benar secara umur Alta lebih kecil dari Kaia, tetapi tetap saja Alta tidak suka dengan panggilan itu. "Nama gue Alta. Lo udah tau kan? Atau lo lupa?" decak Alta.

Kaia menggelengkan kepalanya, "Gue lebih suka manggil lo adik kecil."

Lagi-lagi Alta berdecak sambil duduk selang satu space tempat duduk dari Kaia. "Cowok yang kemaren mana?" tanya Alta tiba-tiba.

"Hm?" Kaia mengerutkan keningnya.

Alta menoleh, menatap Kaia yang sepertinya bingung, "Beberapa waktu lalu, gue liat kok, lo disini sama cowok nungguin papa lo."

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang