XX

1.9K 87 4
                                    

"Asta nggak bakal dateng ke prom." Licia menggigit bibir bawahnya cukup cemas. Ia baru saja melaporkan bahwa Asta tidak akan datang ke prom pada Ben.

"Gue nggak salah denger?" Ben menaikkan satu alisnya.

Licia menghela nafasnya kasar. "Nggak."

Ben tersenyum sinis, "Percuma dong kalo dia nggak dateng?"

"Terus gue harus gimana? Sekali Asta bilang nggak, pasti nggak."

Ucapan Licia yang terdengar kesal membuat Ben terkekeh. Cowok itupun segera menghampiri Licia, lalu menepuk pundaknya pelan, "Tenang, tenang. Dia pasti dateng."

Dengan cepat Licia menepis tangan Ben yang menepuk pundaknya itu. Lalu tanpa mengatakan apapun Licia segera pergi meninggalkan Ben diikuti oleh Meg.

"Ada urusan apa lo sama Cia?" Faolan muncul begitu Licia dan Meg pergi. Entah sudah sejak kapan teman Ben satu ini berada di sana dan mendengarkan pembicaraan tersebut. Meski Faolan berteman dengan Ben, namun seringkali ia tidak suka dengan ulah Ben yang gemar mengusik kehidupan Asta dan Licia. Terlepas dari Ben yang iri dan ingin memiliki apa yang Asta miliki, Faolan tidak membenarkan tindakan Ben. Tetapi akan lain ceritanya kalau Licia berstatus jomblo. Seperti Kaia misalnya. Masih bisa diperjuangkan.

Segera Ben menatap temannya itu. Cowok itu sempat terkejut, namun pada akhirnya menyeringai. "Jadi lo nguping?"

"Bisa dibilang iya." Kejujuran Faolan disambut tawa oleh Ben.

"Kalo lo mau tau, pastiin lo dateng ke prom."

*

"Ta, lo yakin nggak mau dateng ke prom?" saat ini sepasang kekasih fenomenal di SMA Soebroto itu sedang menikmati makan siangnya bersama di kantin. Membuat banyak orang merasa iri sekaligus kesal. Andai saja yang ada di posisi Licia atau Asta adalah diri mereka sendiri. Tidak apalah walaupun Asta posesif ataupun menjengkelkan. Itu bisa tertutupi dengan ketampanan dan kekayaannya.

Asta berdecak sambil meletakkan sendoknya di atas meja. "Lo nanya-nanya mulu. Lo pengen dateng?"

Gadis itu menggeleng cepat, tidak berani menatap wajah apalagi mata Asta.

"Sekali gue bilang ya nggak." pungkas Asta sudah kehilangan selera makannya.

Pertengkaran antara Rich dan Kaia memasuki babak baru. Seperti biasa, pertengkaran mereka seringkali dimulai dari kerecehan mulut Rich yang berhasil menarik perhatian Kaia. Kaia membalas, Rich makin menjadi-jadi. Bagi anak-anak kelas 12 dan kelas 11, hal itu sudah biasa terjadi. Namun bagi anak-anak kelas 10, hal itu merupakan sesuatu yang bisa dibilang baru. Bahkan tak sedikit dari anak-anak kelas 10 yang malah menggosipkan Rich dan Kaia bahwa dengan pertengkaran mereka berdua, mereka malah terlihat seperti sepasang kekasih.

"Nih ya, diomongin sama orang dewasa tuh harusnya lo dengerin baik-baik. Bukan malah nggak terima, terus nyalahin. Itu tanda kalo lo emang masih kecil."

"Dewasa apanya?" Kaia menyipitkan kedua matanya.

"Dewasa fisik dan pikirannya dong! Dodol lo ah! Kasian banget, pasti emak lo nyesel udah ngelahirin anak kayak lo. Udah cebol, dodol lagi. Ckck."

Kaia terdiam seketika. Wajahnya yang kesal perlahan berubah tanpa disadari oleh Rich yang masih terus menyerocos.

"Tiap malem nih ya, emak lo selalu berbisik kepada langit malam, 'kenapa aku harus punya anak seperti Kaia? Kalo bisa, aku mau nuker saja lah sama anak yang lain yang lebih cantik, yang lebih pinter dan yang pasti yang lebih tinggi'." Rich tertawa, terbahak dengan ocehannya sendiri. "Apaan sih, bangke?!" ujarnya kesal ketika Oscar berusaha menghentikan tawanya.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang