XXVIII

1.7K 70 10
                                    

Luar biasa kesal Kaia saat ini. Sudah disuruh-suruh oleh Asta, lalu dibentak, kemudian diusir sampai dua kali, sekarang ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa sekolah sudah tutup! Gerbang sekolah sudah terkunci dengan kondisi mobilnya yang masih ada di tempat parkir. Semula Kaia sudah nekat hendak memanjat gerbang sekolahnya, namun karena Ilo, niat itu jadi terkubur.

Alih-alih menghibur cewek yang sedang kesal dan bete itu, Ilo mengajaknya mampir makan es krim di sebuah café. Ilo pikir es krim cukup ampuh untuk mendinginkan kepala manusia. Seperti adiknya yang selalu makan es krim apabila sedang emosi tingkat tinggi untuk meredam.

"Jadi, lo habis ngapain di rumah Asta?" tanya Ilo pelan setelah emosi Kaia cukup mereda.

Kaia menghembuskan nafasnya kasar, seraya menyangga dahinya di atas meja dengan tangannya. Tingkah Kaia yang seperti ini membuat orang berpikir pasti ada masalah berat yang tengah menimpanya. "Temen lo. Gue rasa dia emang bego kayak yang lo pernah bilang."

Benar memang Ilo pernah berkata kalau Asta ini memang bodoh. Tetapi seingat Ilo, saat itu Kaia menyangkalnya, tidak setuju dengan pendapatnya. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba Kaia berpendapat sama?

"Asta masih nggak terima kalo Cia mutusin dia dan berharap Cia bisa balik ke dia." Jelas Kaia lebih lanjut.

Oh. Ilo paham sekarang. Cowok imut itupun mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apa dia curhat sama lo lagi?" tanya Ilo lagi sambil memperhatikan Kaia yang duduk berseberangan dengannya.

"Entahlah. Yang jelas, dia bilang kayak gitu tadi."

"Bukannya dari dulu emang Asta kayak gitu?"

Lagi-lagi Kaia menghela nafasnya. "Iya juga sih."

Sambil menyangga dagunya dengan telapak tangan, Ilo memajukan kepalanya. Matanya terus menatap Kaia, menyipit, tanpa kedip.

Tentu saja tindakannya ini membuat Kaia mengerutkan keningnya heran. "Apa?"

"Lo suka sama Asta?" tanya Ilo membuat Kaia terkejut.

"Hah?"

"Lo care banget sama dia. Lo juga sering jadi temen curhatnya."

Sedetik kemudian Kaia tertawa. "Gila aja gue suka sama cowok sakit kayak dia. Gue masih sayang sama nyawa gue sendiri."

Ilo menaikkan satu alisnya. Kaia memang menyangkal kalau dirinya tidak menyukai Asta. Tetapi Kaia tidak memberikan respon terkait care dan temen curhat Asta. "Kalo semisal Asta mau lo jadi pacarnya, apa lo juga tetep nggak bisa nolak?"

"Kok lo makin ngawur ya, Lo?" decak Kaia.

"So?" Ilo seperti tidak peduli pada decakkan Kaia. Cowok itu masih menuntut jawaban dari Kaia dengan kedua tangannya yang saling meremas.

"Asta cuma suka sama Cia. Dia udah cinta mati sama Cia. Jadi, yang tadi lo tanyain nggak akan pernah terjadi." Tegas Kaia.

*

Lanang, Oscar dan Rich terkejut melihat mangkuk serta gelas pecah yang menghiasi lantai kamar Asta yang gelap. "Lo nggak habis nyakitin anak orang kan?" tanya Rich pertama kali pada cowok yang kini duduk di sisi ranjangnya.

Asta diam. Tidak menjawab pertanyaan Rich. Atau mungkin malah tidak mendengarkannya sama sekali.

Berbeda dengan Rich dan Lanang yang hanya membiarkan pecahan gelas dan mangkuk itu tetap berada di lantai, Oscar dengan inisiatifnya yang tinggi langsung membersihkannya, lalu membuang pecahannya ke tempat sampah di dapur. Bagi Oscar yang sudah beberapa kali berkunjung ke rumah Asta bersama teman-temannya, ia sudah cukup hafal letak tiap ruangan.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang