VI

4.4K 176 14
                                    

"Pacar lo lagi dihukum tuh, nggak lo samperin?" tanya Rich ketika tanpa sengaja ia berpapasan dengan Licia yang tengah berjalan sendiri di koridor. Rich yang sedang berjalan bersama Ilo sama-sama berhenti sebelum Licia mencapai tempat mereka.

Licia menghembuskan nafasnya kasar, "Bukan urusan gue." Sependek itu Licia menjawab pertanyaan Rich sambil berlalu begitu saja.

"Oi, gitu-gitu juga kalo lo kenapa-kenapa dia yang lari paling banter nyamperin lo ngalahin larinya banteng." Decak Rich sambil geleng-geleng kepala. Namun sayang, sepertinya Licia sudah sudah tidak mendengar ucapannya.

Atau lebih tepatnya, tidak peduli.

*

Atas apa yang sudah Asta perbuat pada Ben, Bu Fatma memberikannya hukuman membersihkan kaca ruang lab bahasa. Kebetulan dinding ruangan itu didominasi oleh kaca yang bentuknya unik dan indah. Letaknya juga di dekat taman samping yang hijau, menimbulkan kesan aesthetic sehingga banyak dijadikan background foto selfie para siswanya.

"Nggak usah kabur-kabur, Asta. Ibu liat."

Asta berdecak. Menjengkelkan sekali guru satu ini. Padahal Asta sudah kepanasan dan ingin segera mengakhiri hukuman ini. Namun Bu Fatma tampaknya enggan membiarkan hal itu terjadi.

Tak disangka, Asta melihat orang yang familier sedang berjalan di jalan setapak taman. Orang itu tidak sendiri, ia berjalan dengan seorang temannya yang Asta juga tau siapa itu. "Oi, cebol!" panggil Asta ketika dua orang itu kian dekat dari tempatnya.

"Asta!" tegur Bu Fatma.

"Apa? Saya cuma mau nyuruh dia beliin minum. Saya haus." Ujar Asta sambil menunjuk Kaia dengan telunjuknya.

Bu Fatma mengikuti arah tunjuk jari Asta.

"Lo dipanggil Asta tuh," kata Rion sambil menyenggol siku Kaia.

Kaia tetap berjalan. Malah makin mempercepat langkahnya.

"Kaia!"

Karena kali ini yang memanggil adalah Bu Fatma, Kaia terpaksa menghentikan langkahnya, diikuti Rion yang masih setia di sampingnya. Kaia berdecak sebelum membalikkan tubuhnya, "Iya, Bu?" tanyanya tetapi matanya melirik Asta yang memasang wajah penuh kemenangan.

"Tolong beliin Asta minum, ya. Ibu takut dia pingsan karena Ibu."

Wajah Kaia seketika berubah.

"Lo denger nggak tuh?" kata Asta.

"Lo ke kelas duluan aja, Ri. Gue nyusul." Ucap Kaia pada Rion sebelum akhirnya dengan amat sangat terpaksa, membalikkan badan dan kembali berjalan ke tempat tadi ia berasal, kantin.

Rion iba melihat Kaia yang terpaksa menuruti permintaan Bu Fatma karena Asta. Ia pikir, dengan Kaia berhenti menjadi manager tim basket, Kaia akan terbebas dari perintah Asta.

Sekitar lima menit kemudian, Kaia muncul. Gadis itu menghampiri Asta yang rupanya sedang duduk berteduh di bangku dekat ruang lab tepat di bawah pohon. Tak ada Bu Fatma di sekitarnya. Sepertinya hukumannya sudah berakhir. "Nih,"

Asta menyambar minuman itu dengan kasar. "Beli di Menteng?"

Kaia menyipitkan kedua matanya yang besar, "Kan lo nggak nyuruh cepet."

"Lo orang yang sering gue suruh harusnya paham, gue paling nggak suka orang lelet!" omel Asta tidak terima dengan pembelaan Kaia.

"Ya." Sahut Kaia cepat dan sengaja mematikan obrolan. Semakin cepat urusannya dengan Asta selesai, semakin baik untuknya.

Asta hanya berdecak sambil melirik cewek itu, lalu kembali menenggak minuman dingin bersodanya hingga habis.

Tanpa menunggu apapun, Kaia membalikkan badannya. Siap kembali ke kelas. Akan tetapi, lagi-lagi Asta memanggilnya. "Apa lagi?" seru Kaia kesal. Karena kalau Asta memanggilnya, itu tandanya Asta akan memberinya perintah.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang