LXI

1.3K 55 18
                                    

Pertama kali Kaia menginjakkan kakinya di tempat hiburan malam ya malam ini. Tepatnya ketika Mera dan dua orang temannya menculik Kaia beberapa saat setelah Asta—yang mengantarnya pulang ke rumah—pergi. Di tempat itu, Mera menyeret Kaia yang berusaha untuk kabur agar masuk lebih dalam, tidak peduli dengan Kaia yang masih mengenakan seragam sekolah. Sebab tempat itu, dimiliki oleh kakak teman Mera yang akrab dengannya.

"Mer, nggak, Mer! Lepasin gue! Biarin gue pulang!" seru Kaia masih berusaha sekuatnya untuk melepaskan diri dari cekalan Mera serta penjagaan dua temannya, Elena dan Julia.

"Banyak bacot banget sih! Udah ikut aja, dwarf!"

"Nggak gini, Mer! Mer!" Kaia sungguh cemas dan takut Mera akan berbuat sesuatu yang buruk padanya. Kalau saja tadi ranselnya tidak dibuang oleh Elena di depan rumahnya, Kaia pasti sudah meminta pertolongan. Pada papanya, Rion, Asta, atau siapapun.

Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kaia, membuatnya tersadar bahwa tak ada yang bisa Kaia mintai tolong saat ini. Kaia sendirian.

"Nggak usah rewel! Tinggal ikutin gue aja apa susahnya sih?!" sentak Mera setelah menampar keras pipi Kaia.

Pipi Kaia memanas, seperti hatinya. Dirinya tidak terima diperlakukan seperti ini oleh Mera tanpa ada alasan yang jelas. Karena kedua tangannya terus dicekal oleh Elena dan Julia, Kaia menggunakan kakinya untuk menendang kaki Mera yang berjalan di depannya. Sontak Mera terjungkal ke depan karenanya.

Mera malu, karena sekarang ia menjadi tontonan sekaligus bahan tertawaan orang-orang yang melihatnya. Karena itulah, Mera makin menjadi. Ia menjambak rambut Kaia hingga kepala Kaia tertunduk, lalu tanpa ampun menyeret rambutnya dengan cepat. Sontak Kaia kesakitan, serta kelimpungan mengimbangi langkah Mera yang cepat dan tergesa-gesa. Mera baru melepas jambakan di rambut Kaia ketika tiba di hadapan dua cowok yang sudah menunggunya. Mera langsung melempar tubuh Kaia ke arah cowok-cowok itu.

Kaia kaget bukan main. Perasaan takutnya kian jadi ketika sekarang ia telah berada di antara cowok-cowok yang tidak ia kenal, yang jelas punya niat dan maksud buruk kepadanya. "Mer, lo nggak bisa giniin gue, Mer." Gadis itu mendesis, gigi atas dan gigi bawahnya saling beradu. Rasa cemas, takut serta amarahnya menyatu.

Mera menyeringai melihat Kaia yang tak bisa berbuat apa-apa. "Tahan!" perintahnya pada kedua cowok yang ada disitu.

Sesuai perintah Mera, cowok-cowok itu langsung menahan lengan Kaia di kanan dan kiri agar Kaia tidak bisa bergerak selagi Mera mulai mendekati Kaia, lalu membungkukkan punggungnya hingga kepalanya sejajar dengan Kaia.

"Lo bakal nyesel udah ngelakuin ini ke gue, Mera!" desis Kaia. Matanya yang merah karena amarahnya, menatap tajam kedua mata Mera dengan nafas yang tertahan.

"Uh, takut. Takut banget." Wajah Mera dibuat-buat takut. Sedetik kemudian ia tertawa. "Guys, ambilin botol."

Mata Kaia langsung awas. Apa yang akan Mera lakukan padanya menggunakan botol? Memukul kepalanyakah hingga tidak sadarkan diri lalu amnesia? Atau apa? Jujur saja, kalau bisa memilih, Kaia lebih rela Mera melakukan perkiraannya yang pertama. Karena pilihan kedua, Kaia yakin pasti lebih buruk.

"Sori ya, Kaia, gue bawa lo dengan cara kayak tadi. Lo pasti haus kan, nih, gue kasih minum." Mera membuka botol yang kini ada di tangannya. Botol yang langsung Kaia tau sebab Kaia pernah melihatnya di kulkas Asta. "Pegang kepalanya!" perintahnya lagi pada kedua cowok yang menahan Kaia.

Kedua cowok itu menjambak rambut Kaia hingga wajah Kaia menengadah ke atas. Bersamaan dengan itu, Mera meraih dagu Kaia, memaksa Kaia untuk membuka mulutnya. "Open your mouth, dear."

Perkiraan Kaia yang kedua ternyata tepat! Mera mencekokinya dengan alkohol! Langsung Kaia menggelengkan kepalanya dengan cepat seraya menutup mulutnya rapat-rapat. Kaia tidak mau sampai menenggak minuman memabukkan itu.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang