LXIV

1.7K 65 20
                                    

"Kai, kenapa chat gue nggak ada yang lo bales? Lo sebenernya kenapa? Kenapa kemaren nggak masuk tanpa ngabarin apa-apa ke gue?" Rion langsung menyecar Kaia begitu gadis mungil itu tiba di kelas.

"Gue—"

"Lo baik-baik aja?" ucapan Kaia terpotong karena perkataan Faolan. Faolan yang baru tiba di kelas, segera menghampiri meja kedua cewek itu dengan wajah cemas dan khawatir.

Rion langsung mengernyit. Sedangkan Kaia terkejut. Tidak percaya kalimat pertama yang Faolan tanyakan padanya setelah bertemu adalah kata-kata menimbulkan tanya seperti itu.

"Um... ya, baik." Kaia menjawab sambil melirik Rion yang wajahnya sudah dipenuhi dengan kekepoan yang tinggi.

Faolan menghembuskan nafasnya pelan. Meski Kaia memang terlihat seperti yang ia katakan, namun sepenuhnya Faolan tidak merasa lega. Kaia memang berhasil diselamatkan dari cowok-cowok hidung belang yang berniat membawanya kemarin. Tetapi setelah itu kan Kaia dibawa oleh Asta. Entah kemana dan apa yang terjadi setelahnya, Faolan tidak tau dan tidak berani untuk mencari tau.

"Anu, Lan." Panggilan Kaia membuat langkah Faolan menuju bangkunya terhenti. Cowok itu berhenti dan membalikkan tubuhnya pada Kaia.

"Iya?"

"Makasih ya." Ucap Kaia tulus. Kaia tau, ucapannya ini pasti makin membuat Rion kepo. Itu urusan nanti deh, bisa Kaia jelaskan. Yang penting, Kaia sudah menyampaikan rasa terima kasihnya secara tulus pada orang yang telah menolongnya.

Faolan tersenyum kaku. Harusnya ia senang dengan ucapan tulus dan senyum manis dari Kaia. Nyatanya tidak. Hatinya nyeri melihatnya.

"Kai, bisa dijelasin apa yang terjadi antara lo dan Olan kemarin?" Rion langsung menodong Kaia dengan pertanyaan yang sudah Kaia duga.

"Ntar aja ya, pas istirahat. Soalnya panjang ceritanya."

"Tapi—"

Perkataan Rion belum sempat selesai ketika ia melihat Ben tiba-tiba datang ke kelasnya. Beberapa anak langsung memperhatikan cowok bengal itu.

"Apa liat-liat?" seru Ben cuek dan terus melenggang menghampiri Faolan untuk mengambil titipannya. Jadi, Ben menyuruh Faolan untuk membelikannya rokok sebelum berangkat tadi karena rokok Ben sudah habis dan lupa untuk membelinya. Beli di sekolah, mana mungkin ada yang jual. Makanya ia menyuruh Faolan. Menyebalkannya, ketika Ben menyuruh Faolan mengantarkan rokok itu ke kelasnya, Faolan malah menolak dan menyuruh Ben mengambilnya sendiri ke kelas.

Faolan langsung melempar sebungkus rokok pada Ben bahkan sebelum Ben sampai di tempatnya. Ben menangkapnya dengan sempurna sambil menyeringai. Lalu tanpa babibu, Ben yang merasa mulutnya kecut segera menyalakan rokoknya tanpa peduli ia sedang berada di dalam kelas.

Sebetulnya Ben ingin langsung meninggalkan kelas itu, namun karena ia menyadari Kaia ada di antara beberapa siswa kelas 12 IPA 4 itu, niatnya untuk langsung pergi jadi batal. Cowok itu malah menghampiri tempat duduk Kaia.

Kaia hanya melihatnya dengan kedua alis menyatu. Terlebih ketika cowok itu dengan seenak jidat duduk di atas mejanya.

Rion? Gadis itu sudah pucat pasi! Selain teman-teman Oscar, Rion juga takut pada Ben karena predikatnya.

Melihat Ben berada di hadapan Kaia, Faolan langsung siap siaga. Khawatir kalau sampai Ben berani mengganggu terlebih menyentuh Kaia. Cukup Licia saja yang bisa Ben sentuh, Kaia jangan. Faolan tidak akan rela. Tidak akan pernah! "Ben, lo—"

"Ssst! Gue nggak bakal ngapa-ngapain kesayangan lo ini. Tenang aja napa sih?" dengus Ben sekaligus menghentikan ucapan dan langkah Faolan yang berniat untuk mendekat.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang