VIII

3.5K 133 8
                                    

"Asta ngajakin lo nonton konser?" tanya Meg ketika mereka sedang berada di kelas Licia untuk menunggu bel masuk berbunyi.

Licia menjatuhkan kepalanya ke meja. "Seandainya gue bisa nolak."

"Gue pikir dengan dia ngasih ijin gue buat temenan lagi sama lo, pandangan lo ke dia sedikit berubah."

Licia menegakkan punggungnya seraya menggeleng pelan. "He's Asta, Meg. Selamanya tetep Asta. Dia nggak bakal ngasih gue kebebasan. Dia bakal terus ngurung gue di dalam sangkar."

"Apa lo pengen keluar dari sangkar itu?" tanya Meg dengan suara pelan.

"Sangat ingin, Meg. Gue bener-bener pengen keluar dari sangkar, pengen bebas."

Meg tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya diam, memperhatikan Licia dengan wajah penuh simpati. Sahabatnya yang dulu seringkali tertawa bebas, kini tak lebih seperti seekor burung yang terperangkap di dalam sangkar yang dibuat oleh pacarnya sendiri. Asta benar-benar telah mengurungnya, mengekangnya dan membuat kebebasannya sirna.

*

"Nggak."

"Kai, please."

"Ri, please. Lagian emang lo nggak risi apa, mau pacaran tapi ada gue?"

"Nggak papa, Kai. Lagi tiap gue sama Oscar kan lo tau, kita nggak pernah ngapa-ngapain."

"Justru karena ada gue, makanya lo nggak pernah ngapa-ngapain sama Oscar." Kaia menunjuk wajah Rion dengan pensilnya.

Rion berdecak, "Emang lo pikir gue cewek apaan?"

"Apa aja, terserah."

Sampai di lab bahasa, Kaia pikir pembicaraan Rion tentang keinginannya untuk mengajak Kaia ikut nonton konser malam minggu besok sudah selesai. "Kai, sebenernya alesan gue pengen banget lo ikut karena besok gue nggak cuma sama Oscar."

"Oh, sama keluarganya Oscar yang sultan itu? Wah, kalian mau langsung dikawinin?"

"Kaia!" seru Rion.

Kaia meringis, "Peace."

"Besok ada Asta sama Cia juga. Kan lo tau, gue kalo ada temen-temennya Oscar suka nggak nyaman. Kalo ada lo kan mending, semisal Oscar sibuk sama Asta, gue jadi bisa sama lo." Jelas Rion menyampaikan keresahannya.

"Ya lo sama Cia berarti." Saran Kaia enteng. Kali ini pensilnya ia letakkan di bawah hidung, atas mulutnya. Membiarkan hidung dan bibir atasnya sebagai penjepit pensil agar tidak terjatuh.

"Gue sama dia nggak saling kenal. Cuma sebatas tau nama doang."

"Kenalan kalo gitu."

"Kaia, gue serius, please." Rajuk Rion sambil menggoyang-goyang lengan Kaia.

Alhasil pensil yang Kaia letakkan di atas bibirnya terjatuh. Sambil mengambil pensil itu, Kaia terkekeh, "Jangan terlalu lo pusingin. Kalo lo nggak nyaman karena ada couple lain, lo masih punya Oscar. Tenang aja kenapa sih?"

"Gimana gue bisa tenang, Kai. Bayangin, double date sama Asta, Kai. Gue ulang nih, Asta. Alastair. Sumpah nggak kebayang kayak apa."

"Gue bilang apa tadi, ada Oscar. Jadi selagi ada Oscar, lo aman walaupun ada Asta. Kalo Asta nyuruh-nyuruh lo, lo tinggal ngadu sama Oscar." Tangan Kaia yang memegang pulpen bergerak-gerak seperti pemimpin orchestra.

"Kai, nggak segampang itu!"

"Gampang. Lo-nya aja yang bikin ribet."

"Ya, lo bisa ngomong gitu karena lo sering interaksi sama dia."

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang