XII

2.4K 108 10
                                    

"Kenapa lo sejahat ini sama Marvin?" tanya Licia lirih pada cowok yang duduk di belakang setir mobil. Suaranya tercekat, seperti tikus mencicit. Air matanya beruraian. Meski demikian, sangat terdengar jelas dari nada bicaranya kalau Licia ini marah. Hari Minggu yang Licia tunggu untuk bertemu dengan Marvin tidak akan terwujud. Tidak akan pernah! Sebab Asta telah menggagalkannya dengan sempurna.

Asta menoleh, menatap cewek itu dengan tatapan dingin, "Menurut lo?"

Licia membalas tatapan itu dengan tatapan tajam. Benar memang Licia sedih, benar memang Licia takut pada cowok ini. Tetapi rasa marah yang memuncak, membuat Licia sejenak lupa pada kesedihan serta ketakutannya pada Asta. "Marvin nggak pantes lo perlakuin seperti ini."

"Exactly!"

Alis Licia mengerut mendengarnya.

"Pantesnya dia gue bunuh." Lanjut Asta terdengar enteng dan sadis. Membuat kedua mata Licia terbuka lebar. Tanpa terasa kedua tangan Licia menggenggam erat.

"Manusia macem apa lo ini?" Air mata Licia tidak bisa berhenti menetes. Licia yang tidak tahan menatap sosok itu memutuskan untuk segera keluar dari mobil. Namun dengan cepat Asta mencegahnya. Cowok itu menahannya dengan cara memojokkan tubuh gadis itu di antara jok dan pintu dengan kedua tangannya. Asta memangkas jarak di antara dirinya dan Licia sehingga jarak wajahnya dengan wajah Licia benar-benar dekat.

"Masih mau main-main sama gue?" desis Asta menunjukkan otoritasnya pada Licia yang tidak berdaya.

*

Dalam sekejap, berita tentang skandal hubungan Licia dan Asta merebak di sekolah. Berbagai komentar mencuat di sana-sini. Ada yang pro, ada yang kontra. Menurut sebagian orang, apa yang Licia lakukan tidak sepenuhnya salah. Wajar Licia bermain belakang dari Asta mengingat sikap Asta yang dinilai kadang kelewatan pada Licia. Beberapa lainnya menilai sikap Licia jelas salah. Dalam hal apapun, yang namanya bermain belakang itu tidak dibenarkan. Apalagi ini seorang Licia, primadona SMA Soebroto yang terkenal cantik dan baik, ternyata tukang selingkuh. Yang diselingkuhi seorang Asta pula! Karena hal ini juga, sosok Asta jadi semakin ditakuti sekaligus diwaspadai. Asta tidak pernah main-main dalam mempertahankan hubungannya dengan Licia. Asta akan menyingkirkan siapapun yang berusaha merebut Licia dari sisinya.

"Bukannya kalo Cia selingkuh itu artinya dia udah nggak ada rasa sama lo?" komentar Ilo yang lain daripada yang lain.

Satu ujung bibir Rich langsung terangkat, "Heh, ogeb bener manusia satu ini. Jangan mancing di air keruh. Mancing di empang aja so—"

"Yang jadi milik gue harus tetep jadi milik gue. Paham?" ucapan Asta memotong perkataan Rich. Setelah melempar tatapan dingin pada Ilo, Asta segera beranjak dari tempatnya, lalu keluar dari tempat nongkrong mereka di sekolah.

"Ck, tolol nggak ada otak." Dengus Ilo begitu Asta pergi.

"Jangan paksain pemikiran lo sama Asta, Lo. Nggak semua orang punya pemikiran kayak lo." Nasehat Oscar kalem.

"Ngapain mati-matian mertahanin cewek yang jelas-jelas nggak mau dipertahanin?"

"Iri bilang, bos! Jones kan emang bisanya gitu." Sindir Rich terkekeh geli.

Selagi Rich dan Ilo sudah mulai ribut sendiri, Lanang yang sedari tadi diam dan masih terus diam, kali ini memikirkan ucapan Ilo.

*

Kondisi Licia sedang tidak baik, bisa dikatakan buruk. Rupanya, semalam ia tidak bisa tidur sama sekali. Ia terus memikirkan keadaan Marvin yang bisa dibilang sekarat. Marvin adalah sosok cowok yang baik, Licia tau itu sebab dirinya sudah mengenalnya jauh sebelum ia mengenal dan berpacaran dengan Asta. Marvin adalah sosok cowok lembut yang tidak pernah memperlakukannya secara kasar. Marvin adalah sosok cowok yang berwibawa yang pernah menyukainya ketika SMP. Dan mungkin saja perasaan itu kembali timbul ketika belakangan Licia dan dirinya sering chatting dan teleponan hingga larut. Sayangnya itu harus berhenti sekarang. Kesempatan Licia untuk mengukir kisah baru dengan Marvin terpaksa kandas berkat ikut campur tangan Asta.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang