Berangsur-angsur kondisi Licia makin membaik. Meski kadang ia masih mendengar orang-orang yang menggunjinginya di belakang, paling tidak intensitasnya sudah tidak seperti kemarin-kemarin. Bahkan Meg sudah mulai tega tiap kali meninggalkan Licia di kelasnya. Begitulah beruntungnya jadi orang cantik. Kesalahan sefatal apapun akan dengan mudah dilupakan orang lain.
Ketenangan di kelas 12 Bahasa 3 yang Licia rasakan tidak berlangsung lama. Sebab, ada Ben yang mendatangi kelasnya. Tujuan kedatangannya tentu saja untuk Licia. Tidak mungkin untuk yang lainnya.
Di samping Licia, Ben baru berhenti melangkah. Cowok itu menatap Licia yang diam dan tak menggubris kedatangannya sama sekali. Hal itu membuat Ben berdecak. "20 kali gue ngehubungin lo, tapi lo biarin aja. Kenapa? Ada masalah apa sama lo?" cowok itu langsung bertanya sambil membungkukkan badannya agar kepalanya sejajar dengan kepala Licia.
Licia diam.
"Gue tanya sekali lagi, kenapa lo biarin panggilan gue, Licia?"
Barulah Licia membuka mulutnya dengan suara kecil agar tidak ada yang mendengarnya selain Ben, "Buat apa?"
Kedua alis Ben seketika menyatu.
"Gue udah nggak ada urusan lagi sama lo. Gue udah putus dari Asta. Gue udah lepas dari Asta. Jadi, apa?" Licia menatap wajah Ben tanpa gentar.
"Lo—"
"Lo nggak lupa sama kesepakatan awal kan? Lo cuma jadi pacar sementara gue dan setelah gue berhasil lepas dari Asta, kesepakatan itu berakhir." Ujar Licia kembali mengingatkan.
Ben tidak lupa kalau hubungannya dengan Licia memang palsu. Tetapi rasa suka yang ia rasakan itu asli. Kebersamaan yang sempat ia nikmati bersama Licia membuatnya tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Licia. Ben masih ingin berhubungan dengan Licia.
"Lo udah nggak gue butuhin lagi. Dan lo udah bukan siapa-siapa gue lagi sekarang." Tandas Licia tegas dan penuh keyakinan.
Melihat wajah Licia yang seperti itu, membuat Ben kembali menegakkan punggungnya. Sial! Tidak hanya rasa sukanya yang nyata, rasa sakit yang ia rasakan hari ini juga terasa nyata. Ben pikir, setelah peristiwa yang dialami oleh dirinya dan Licia akan sedikit membuat perasaan Licia berubah. Ternyata sama saja!
*
"Lo putusin Ben?" saking terkejutnya, Meg sampai harus membetulkan posisi kacamatanya.
"Bukannya dari awal gue cuma pura-pura pacaran sama dia."
"Gue seneng sama keputusan lo. Lebih lama lo deket-deket sama Ben, makin nggak baik buat lo. Dan yang paling penting, lo bener-bener udah bebas sekarang. Bebas dari Asta, bebas dari Ben." Ujar Meg antusias.
Sayang temannya tidak seantusias dirinya. Terlihat jelas wajah Licia mendung, tampak tidak berseri seperti biasa, tampak tidak bahagia. Untuk orang yang baru saja mendapatkan apa yang ia inginkan, apakah seperti ini ekspresi wajahnya?
"Cia, lo baik-baik aja?" tegus Meg pelan.
Dengan berat dan dengan terpaksa, Licia tersenyum. Gadis itu beranjak dari gazebo yang ia pakai untuk menghabiskan waktu istirahatnya. "Ayo ke kelas. Bentar lagi masuk."
Kedua gadis itu pun segera pergi dari tempat itu. Mereka berdua berjalan pelan menyusuri area taman yang tidak terlalu ramai, tetapi juga tidak terlalu sepi itu. Tak begitu jauh di depan mereka, mereka melihat ada dua orang yang sedang bersama. Kontan langkah Licia terhenti diikuti dengan langkah Meg.
Kaia mengulurkan sekaleng soda dingin pada Asta, sesuai perintah cowok itu sekitar 5 menit yang lalu.
Sambil menerima minuman itu, Asta bertanya pada Kaia, "Udah habis berapa buku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR
Teen Fiction(COMPLETE) Dia adalah seorang pemuda yang mendekati sempurna secara fisik, namun minus secara akal. Dia tampan, tetapi arogan. Dia tinggi, tetapi suka semaunya sendiri. Dia memiliki tubuh yang wangi, tetapi egonya tak tertandingi. Dia berasal dari k...