XI

2.4K 116 8
                                    

Licia meremas rambutnya dengan gemas. Belum lama ia berpamitan tidur pada Asta, sekarang ia dilanda kegalauan lantaran sebuah chat dari nomor whatsapp lainnya yang isinya:

Marvin : Minggu jam 11 siang ketemu di Café Pedtjah, lo bersedia?

Yang membuat Licia galau bukan karena mempertimbangkan ajakan bertemu itu sendiri. Sudah pasti, Licia bersedia. Licia galau karena ia tidak tau harus mengarang alasan apa pada Asta. Berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya, sepintar-pintarnya Licia mencuri-curi waktu dari Asta, Asta selalu berhasil memergokinya. Licia sampai berpikir, jangan-jangan tubuhnya sudah ditanam chip oleh Asta agar selalu bisa dilacak keberadaannya. Karena memikirkan alasan itu, Licia terjaga hingga pukul 05.00! Alhasil, ia jadi mengantuk berat ketika Asta menjemputnya seperti biasa.

Asta melirik cewek di sampingnya. Secara tiba-tiba ia membanting setir ke kiri yang sontak membuat Licia membuka matanya total saking kagetnya. Bahkan cewek itu sampai gelagapan, mengira ada sesuatu tengah menimpanya.

"Ta? Mau kemana?" wajah cewek itu tampak panik. Rupanya tidak terjadi apa-apa. Hanya saja Asta memutar balik mobilnya. Bukannya ke arah seharusnya mereka ke sekolah.

"Apotik." jawaban Asta membuat mata Licia makin bulat.

"Ngapain?"

Diliriknya cewek yang berada di sampingnya, "Mungkin lo butuh obat tidur, obat penenang atau semacamnya."

Cepat-cepat Licia menggelengkan kepalanya. "Nggak, Ta. Gue nggak butuh obat-obatan itu. Gue nggak papa, gue baik-baik aja. Gue—AAAKH!!"

Lagi-lagi Asta membuat Licia kaget. Bahkan saat ini sampai membuat cewek itu menjerit. Sebab sedikit lagi saja, Asta akan menabrak orang yang menyelonong dan menyeberang tiba-tiba.

Asta mengeluarkan kepalanya lewat kaca mobil. Tentu saja untuk marah-marah dan memaki orang itu tanpa peduli orang itu lebih tua darinya. Setelah cukup puas melampiaskan kemarahannya, kembali Asta memasukkan kepalanya ke dalam mobil. Asta menatap gadis yang mengerut di sampingnya. Ketakutan karena hampir menabrak orang dan takut karena Asta yang marah-marah sambil mengeluarkan kata-kata kasar.

"Terus mau lo apa? Udah 2 hari lo ngantuk terus tiap pagi. Kalo emang lo bener nurutin kata gue tidur jam 9 malem, lo nggak bakal teler kayak gini. Kecuali lo bohong sama gue, bilang tidur jam 9, tapi habis itu lo melek lagi."

Deg! Licia benar-benar takut sekarang. Takut kalau Asta sampai tau bahwa yang ia katakan itu benar! Harus jawab apa Licia? Benar-benar bingung. Licia belum mempersiapkannya.

"Perlu gue ulang pertanyaan gue?" desis Asta mengerikan.

Alhasil, Licia hanya bisa menangis. Ketika tidak tau lagi harus berbuat apa, hanya menangis lah satu-satunya yang bisa Licia lakukan. "Tolong jangan bikin gue takut, Ta..." rintih gadis itu seperti tikus yang mencicit.

Asta terdiam. Ia perhatikan kekasihnya yang menunduk di sampingnya. Terisak sedih dan ketakutan sampai tangannya bergetar. Sedikit tapi pasti, Asta menyadari tindakannya tadi yang terlalu berlebihan. Untuk itu, dengan pelan tapi pasti Asta meraih tubuh Licia. Memeluknya erat sambil berbisik di telinganya dengan suaranya yang sudah melunak, "Sori."

*

Cyrillo : Dimanaa?! Dicari badrun! Buruan! Gw males dengerin pertanyaan2nya yg never ending! Mana mulutnya bau badak!

Pesan yang masuk dari Ilo tidak segera Asta balas. Asta ingat, pasti Pak Badrun mencarinya karena menagih tugas yang harusnya Asta kumpulkan sekarang. Akan tetapi, boro-boro mau dikumpulkan, dikerjakan saja belum! Bukannya tidak ingat, tapi Asta terlalu malas mengerjakan tugas Kimia miliknya.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang