LII

1.2K 67 17
                                    

Sejak beberapa menit yang lalu, Asta sudah merasakan hawa-hawa tidak enak di sekitarnya. Hawa tidak mengenakkan itu datang dari Ilo. Cowok imut itu, entah karena apa terus memperhatikan Asta tanpa kedip. Awalnya Asta merasa tidak terganggu, tetapi sekarang, Asta benar-benar merasa terganggu. "Lo ada masalah apa sama gue?" tanya Asta langsung pada Ilo dengan nada protes dan kesal.

Rich, Lanang dan juga Oscar ikut menoleh. Memperhatikan Asta dengan kening mereka yang berkerut seraya bertanya-tanya, kenapa Asta tiba-tiba berkata seperti pada Ilo? Padahal sejak tadi Ilo hanya diam.

Ilo tak mengelak. Benar, itu bukan perasaan Asta. Sejak tiba di basecamp jam 7 malam tadi, Ilo memang selalu memperhatikan Asta dengan sorot kesal. "Lo beneran goblok apa gimana sih? Lo nyia-nyian cewek demi cewek lain yang udah nyia-nyiain lo?"

Sekarang, kening Asta yang mengerut karena perkataan Ilo.

"Hah? Gimana? Gimana? Gue nggak mudeng." Rich menyahut paling cepat.

"Ta?" Lanang langsung menatap Asta dengan kerutan di dahinya.

"Lo mabok?" Asta yang semula duduk, segera berdiri sambil membanting kaleng minuman dingin yang sedari tadi ia pegang di tangan kanannya. "Siapa yang lagi lo bicarain, hah?!"

Lanang yang paling sigap, langsung ikut berdiri di antara kedua temannya. Sebagai penengah, Lanang tidak akan membiarkan keduanya berkelahi.

"Lo! Siapa lagi, goblok?!" sekarang, Ilo juga berdiri. Siap maju berhadapan dengan Asta namun Lanang menahan dadanya.

Asta berdecak. Benar-benar kesal. "Minggir lo, Nang. Ini urusan gue sama dia." Asta berusaha menyingkirkan Lanang yang menghalanginya dari Ilo.

Tidak semudah itu Asta berhasil menyingkirkan Lanang yang tubuhnya sudah terbentuk bagus berkat latihan rutinnya. Meski seorang diri berdiri di antara Asta dan Ilo, Lanang cukup bisa melakukannya tanpa kewalahan.

"Lo liat Kaia! Dia suka sama lo! Tapi gara-gara kegoblokan lo juga, dia sakit hati!" seru Ilo sekali lagi tanpa rasa takut dan dengan lebih gamblang.

Rich segera menoleh pada Oscar, meminta penjelasan dengan ucapan Ilo yang kenapa secara tiba-tiba membawa-bawa nama gadis pendek yang suka ia bully. Namun sayang, Rich tak mendapat jawaban dari Oscar. Cowok sultan itu hanya berdiri diam, memperhatikan Ilo dan Asta dengan seksama.

Wajah Asta yang semula tegang, pelan namun pasti mulai melunak ketika ia mendengar Ilo menyebut nama Kaia. Bahkan niat Asta untuk memukul Ilo pun mulai pudar. Tubuhnya tidak ia gerakkan lagi untuk mencoba menggapai tempat Ilo yang terhalang oleh tubuh Lanang.

Melihat Asta yang sepertinya tersadar, Ilo mendesis kesal. Segera ia balikkan tubuhnya, lalu melangkah keluar basecamp tanpa seorang pun mengikutinya.

Di luar, Ilo berdiri sambil menempatkan sikunya di pagar depan basecamp. Malam ini udara terasa panas sama seperti hatinya sehingga membuat Ilo kegerahan. Cowok itu pun mengibas-ngibas kaos bagian lehernya. Berharap gerakan itu mampu membuatnya sedikit merasa adem.

Masih terus sendirian, Ilo kemudian berpikir. Kenapa tidak ia biarkan saja Asta balikan dengan Licia. Malah jika Asta kembali berpacaran dengan Licia, itu akan memberinya peluang lebih besar untuk bisa lebih dekat dengan Kaia bukan?

Menyadarinya sekarang, membuat Ilo tersenyum sinis. Senyum pada dirinya sendiri. Sebenarnya bisa saja Ilo melakukan itu. Akan tetapi, Ilo tak mau. Ilo masih peduli pada Asta. Ilo tidak ingin Asta kembali seperti dulu, seperti orang bodoh, bucin dan menyebalkan. Yah, walaupun sekarang dan sampai kapanpun juga Asta akan tetap menyebalkan. Tapi paling tidak, Asta tidak sebodoh dulu. Tidak sebucin dulu. Hal itu, Ilo yakini jika yang berhubungan dengan Asta bukan lagi Licia, melainkan Kaia.

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang