Kaia terkejut karena Asta membawanya ke rumah Rion, seperti tujuan awalnya. Seolah itu masih belum mengejutkan, Asta juga ikut keluar dari mobil. "Stop!" Kaia menghadang langkah Asta. Gadis itu merentangkan kedua tangannya ke samping.
Asta berhenti. Ia tatap gadis kecil di depannya sambil berdecak.
"Lo balik aja ke sekolah sana. Ambil mobil lo. Jangan masuk." Usir Kaia dengan berani.
"Kenapa emangnya?"
"Keadaan Rion bisa makin buruk kalo liat lo." Jawab Kaia jujur. Memang seperti itulah. Rion yang ia kenal adalah Rion yang takut dan tidak nyaman tiap kali melihat Asta. Sebagai sahabat yang baik, mana mungkin Kaia akan membiarkan Rion bertemu dengan Asta.
Sayang usahanya gagal. Hanya dengan kata "minggir" yang Asta ucapkan lewat mulutnya, cowok itu bisa menyingkirkan Kaia yang menghadang langkahnya. Ia kembali melangkah tanpa ragu, untuk memencet bel gerbang rumah Rion yang terkunci.
Tak butuh waktu lama untuk dibukakan gerbang itu. Sirius sebagai tuan rumah cukup terkejut melihat cowok yang tidak ia kenal berdiri di depan rumahnya bersama dengan Kaia. "Siapa, Kai?" Sirius bertanya pada Kaia.
"Asta." Ia menyebutkan namanya sendiri meskipun yang ditanya oleh Sirius adalah Kaia.
Kaia hanya mengangguk yang ditanggapi Sirius dengan sebuah senyuman penuh arti sebelum akhirnya menyuruh kedua tamunya masuk.
Sirius langsung mengantar kedua tamunya itu ke taman samping, dimana Rion sedang duduk sendirian di atas gazebo sambil memeluk boneka pemberian Oscar. Setelah itu, Sirius segera pergi. Membiarkan kedua orang itu menemui adiknya.
Seperti dugaan Kaia, wajah Rion langsung tegang begitu sadar Kaia datang tidak sendiri.
"Sori, Ri. Awalnya gue mau dateng sendiri. Tapi... tapi gue dikuntit." Ucap Kaia merasa tidak enak pada Rion.
Asta masih berdiri di samping Kaia. Memperhatikan Rion yang hanya bisa menunduk tanpa berani menatapnya balik. Sementara Kaia sudah duduk di sebalah Rion, menepuk-nepuk bahunya, berusaha menenangkannya.
Dari penglihatan Asta terhadap Rion, Asta bisa ikut merasakan bagaimana perasaan Rion saat ini. Sebab ya, belum lama Asta juga merasakan hal yang sama. Bedanya mungkin Rion hanya bisa berdiam diri dan menangis, sedangkan Asta—ehem—cenderung anarkis.
"Gue tau pasti apa yang lo rasain." Cowok itu tiba-tiba mengeluarkan suara. Membuat Kaia menoleh cepat padanya. Sedangkan Rion hanya melebarkan kedua matanya. "Karena gue pernah ada di posisi lo sekarang." Lanjut Asta kemudian.
"Di saat kondisi seperti ini, lo cuma punya 2 pilihan." Asta kembali berbicara, namun setelahnya ia sengaja mengambil jeda yang cukup lama.
Pelan namun pasti, Rion mulai mengangkat wajahnya. Menolehkan kepalanya pada cowok yang masih berdiri.
"Lo terima. Atau lo tetep mau usaha buat dapetin dia lagi."
Kedua mata Rion kembali melebar di hadapan Kaia dan Asta.
"Tapi yang perlu lo tau, tiap pilihan yang lo ambil, semuanya nggak gampang. Menerima sesuatu yang pahit itu memuakkan. Itu sebabnya, ketika lo pilih pilihan itu, pastiin ada seseorang yang akan selalu support lo." Mata Asta beralih ke Kaia ketika mengucapkan kalimat itu.
Mendengar Asta mengucapkan kalimat itu, melihat Asta menatap dirinya, Kaia hanya bisa diam tanpa bisa mengedipkan matanya barang sekali.
"Tapi ketika lo mutusin buat berusaha dapetin dia lagi, lo kudu nyiapin hati lo buat kemungkinan patah untuk yang kedua kalinya."
Kali ini Rion tidak hanya melebarkan matanya, ia sudah membelalakkan matanya. Ia merasa ucapan Asta telah memberinya jalan terang.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTAIR
Teen Fiction(COMPLETE) Dia adalah seorang pemuda yang mendekati sempurna secara fisik, namun minus secara akal. Dia tampan, tetapi arogan. Dia tinggi, tetapi suka semaunya sendiri. Dia memiliki tubuh yang wangi, tetapi egonya tak tertandingi. Dia berasal dari k...