Seorang pria duduk dibangku taman dengan memegang benda kecil ditangannya, wajahnya menampilkan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Di sampingnya tampak juga duduk gadis cantik yang sedari tadi terus menundukkan kepalanya menatap rerumputan dengan tatapan nanar.
Sudah hampir satu jam mereka hanya diam tanpa ada kata yang keluar dari bibir masing-masing, keduanya larut dalam pikirannya sendiri. Lalu lalang orang orang yang berada disana seolah tak ada pengaruh apapun dengan keheningan ini.
Muak dengan kediaman ini akhirnya si gadis memberanikan diri mengangkat kepalanya, melirik sekilas kearah kekasihnya dengan ragu.
"Sudahlah jangan dipikirkan, aku akan gugurkan anak ini dan semuanya akan baik-baik saja." Ucapnya sontak membuat kekasihnya itu menoleh dengan cepat sambil menatap tajam kearahnya.
"Apa yang barusan kamu katakan? Apa kamu sudah gila? Kamu ingin membunuh anak kita?"
Gadis itu terdiam, dapat ia lihat dengan jelas ada luka yang tergambar di wajah kekasihnya itu saat berucap demikian. Namun dia tak bisa memikirkan apapun sekarang selain hal yang barusan dia sampaikan.
Seharusnya mereka tahu akan konsekuensi yang harus keduanya tanggung saat sudah berani melewati batasan mereka masing-masing. Dan sekarang hal ini benar-benar terjadi.
"Lupakan pikiranmu barusan, aku akan tanggung jawab. Aku berjanji akan menikahimu." Ucap pria ini dengan tenang.
Wajah kekasihnya berubah menjadi tegang, kepalanya menggeleng dengan cepat.
"Jangan bercanda, kita masih kuliah dan pernikahan tidaklah hal yang sederhana. Bagaimana kalau orang tuamu marah, dan bagaimana kalau mamaku kecewa padaku?" dia berucap dengan lirih, kepalanya kembali tertunduk tak bisa membayangkan bagaimana dia bisa menghadapi ibunya.
Pasti ibunya akan sangat kecewa padanya, kini ia benar-benar merasa menyesal.
Seharusnya sebagai seorang wanita dia tahu bagaimana harus bersikap, namun nyatanya dia terlena. Jatuh terjerembap ke dalam lubang maksiat yang membuatnya seakan menjadi seorang wanita bodoh.
Saat dirinya benar-benar kehilangan harapan, genggaman erat pada tangannya yang dilakukan oleh kekasihnya berhasil menyita perhatiannya kembali. Dia mengangkat kepalanya menoleh pada kekasihnya, sebuah senyuman dia dapat dari sang kekasih.
"Sana... aku tau jika semua ini akan sangat berat tetapi ini semua salah kita, dia darah daging kita, dia anak kita. Apa kamu tega membunuh anakmu -ah maksudku anak kita begitu saja, Sayang?"
Pandangan mata wanita ini memburam dengan air mata yang menggenang pada pelupuk mata, apalagi melihat tatapan meneduhkan dari sang kekasih yang selalu saja terlihat seolah memberikan kekuatan untuknya.
Akhirnya air mata itu tumpah juga, dia menjatuhkan kepalanya di atas dada bidang sang kekasih dan menangis sejadi jadinya disana. Sejujurnya dia juga tidak mau melakukan apa yang dia katakan barusan namun dia tak punya pilihan. Pikirannya kacau sehingga dirinya tak bisa berpikir dengan jernih saat ini.
"Hiks hiks aku gak tau harus berbuat apa... aku takut Tzu. Aku bener-bener takut sekali." Ucapnya disela isak tangisnya.
Sang kekasih mengelus lembut surai panjang berwarna coklat milik kekasihnya ini, diberikan pula kecupan pada puncak kepalanya.
"Kamu gak sendirian, aku akan selalu ada di samping kamu. Kita lewati ini semua bersama-sama ya, berdua kita akan mampu menerjang semua badai. Jangan takut karna semuanya akan baik baik saja, percayalah."
Pelukan pada kekasihnya ini makin mengerat, dia sungguh berharap jika ucapan kekasihnya akan terjadi.
"Jangan tinggalin aku Tzuyu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Sana × Tzuyu
Fanfictionwarning 🔞 Cuman cerita pendek Tzuyu dan Sana Update suka-suka