Warning! Mature contens 🔞
Hayo siapa nih yang pas puasa kemarin sering ngulang ngulang chapter disini yang berbau bulan gosong? Malah ada yang komen katanya kangen chap ber++ lagi.
Wah ternyata tulisanku udah merusak otak suci kalian. Berdosa sekali aku, maafkan ya. Tapi apa mau dikata?? Kalian kan request, ya udah harus di buatin dong. Ye kan?
Yaudahlah, tapi banyak banyak komen ya, votenya juga. Trus follow juga boleh lah, tapi yang niat follownya jangan entar di unfoll. Kalo gitu mending gak usah aja. Oke langsung aja.
Happy reading...
.
Perempuan cantik itu hanya memandang nanar pada lembaran kertas di depannya. Bunyi pena yang menyoret tiap lembaran kertas serasa menggelitik telinganya. Apalagi tinta merah mentereng nampak seperti kucuran darah. Tulisan hasil cetak printer seolah terpendam dikubur oleh timbunan coretan revisi.Perempuan itu menahan napas, dalam hati ingin sekali segera beranjak. Suhu ruangan ruangan ini mendadak berubah seperti hawa jalanan malam. Mencekam dan membikin badan meremang.
"Pedoman, semuanya sudah ada disana. Semua ini salah, format jarak spasi antara bab dengan sub bab berbeda. Hancur semua."
Telinganya sudah panas sejak tadi. Berusaha untuk tetap tenang tidak ikut terbawa emosi.
"Astaga, ini daftar pustaka atau apa huh? Jelas sekali kamu membuatnya dengan asal. Ck sampah!"
Srekkk...
Kertas tak bersalah itu dirobek tepat di depan matanya. Perempuan itu hanya bisa menatap nanar padahal semalam dia begadang membuat itu.
"Apa kamu masih mendengarkanku, Sana?"
Sana mendongakkan wajahnya menatap sang dosen pembimbingnya.
"Maaf Pak Chou, tapi um. . . itu semua sudah sesuai buku pedoman. Jarak spasinya juga sudah benar." Sana mencoba peruntungan untuk membela diri.
Siapa tahu dosen muda yang langsung menjabat menjadi dosen pembimbing di depannya ini bisa sedikit diajak kerja sama. Hitung-hitung sebagai pembelaan atas nama mahasiswi yang terdzolimi. Jika pun salah, Sana pasti berbesar hati mengakui.
Namun, Sana yakin format laporannya sudah sesuai kaidah penulisan, sudah ia teliti sampai selalu pakai print preview tiap selesai menulis satu kalimat. Fix tidak ada human error atau technical missing.
Pria dengan tubuh tegap hanya memandang remeh pada si mahasiswi malang. Pandangan tajamnya seolah bisa menjatuhkan mental lawan hanya dengan sekali lirik.
"Apa perlu aku membawa penggaris untuk mengukurnya? Atau jangan-jangan kamu tidak menghormatiku sebagai dosen pembimbing mentang-mentang umur kita hanya selisih lima tahun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Sana × Tzuyu
Fiksi Penggemarwarning 🔞 Cuman cerita pendek Tzuyu dan Sana Update suka-suka