❄
Lelaki itu tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman manisnya. Satu demi satu perlengkapan ibadah itu diusapnya lembut, seperti peci, sarung, sajadah, Al-Qur'an, witir, dan buku panduan sholat. Ia masih tidak percaya jika ada seseorang yang sangat peduli kepadanya.
Abadi segera beranjak dari kasurnya, langkah kakinya ia arahkan ke kemar mandi yang ada di dalam kamarnya sambil membawa buku panduan. Sesampainya di sana, Abadi membuka halaman demi halaman buku itu dan menemukan tata cara berwudhu yang baik dan benar. Dengan pelan tapi pasti, ia mengikuti langkah demi langkah dari buku itu.
Setelah selesai berwudhu, ia menggelar sajadah yang masih baru itu. Sarung berwarna hitam yang ada di atas kasurnya ia ambil dan langsung dipakai. Baju kaos yang melekat ditubuhnya ia tutup dengan baju koko warna putih. Ditambah lagi dengan peci yang melekat erat di kepalanya. Apalagi ditambah lagi dengan wajah dan rambut yang basah akibat air wudhu tadi, pasti akan membuat orang yang melihatnya terjungkal terbalik tertendang. Hehe.
Buku panduan sholat ditaruhnya di samping sajadah. Satu persatu gerakan sholat ia jalankan sembari terus membaca panduan dari buku itu. Setelah selesai salam, ia berdo'a kepada Tuhan. Do'a yang sangat ia rahasiakan. Do'a yang hanya dia dan Tuhan yanh tahu.
❄
Malam harinya sehabis sholat Isya, Abadi mencoba membaca Al-Qur'an. Walaupun agak tergagap, ia terus mencobanya.
Tanpa ia ketahui, ada seseorang yang tengah berdiri gelisah di luar kamarnya sedari tadi. Seseorang itu akhirnya menyerah dan masuk ke dalam kamar Abadi.
"Hai."
Abadi langsung mendongak. Dengan cepat ia menyudahi aktivitas mengajinya, segala perlengkapan ibadah itu pun ia bereskan sebelum menjawab sapaan Arga.
"Ada apa?" tanya Abadi langsung. Sangat aneh baginya ketika mendengar Arga mengucapkan kata hai kepadanya.
"Mm... lo nggak kerja?" tanya Arga balik.
"Oh..." Abadi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tubuhnya ia dudukkan di pinggiran kasurnya. "Gue... berhenti kerja."
Arga ikut duduk di samping Abadi, tindakan kecil itu sontak membuat Abadi terkejut. Sikap Arga lumayan aneh, pikir Abadi.
"Terus sekarang, lo kerja apa?" tanya Arga lagi.
"Yaa gitu. Gue masih cari kerjaan lain."
"Jadi malam ini lo nggak bakalan kemana-mana?"
Jujur, Abadi agak risih akan sikap Arga yang berubah drastis. Ini untuk pertama kalinya lelaki itu menyapanya dengan baik bahkan mengajaknya mengobrol.
"Gue tetep di kamar aja," jawab Abadi akhirnya.
Arga bangkit dari posisi duduknya. Ia menepuk pundak Abadi pelan. "Jangan begadang ya. Tidur, biar tubuh lo bisa istirahat."
Setelah mengatakan itu Arga pergi dari kamar Abadi. Abadi memperhatikan punggung lelaki itu sampai hilang di balik pintu.
Abadi menepuk pipinya keras. "Gue nggak mimpi 'kan?"
Arga berusaha menghubungi seseorang ketika ia baru saja keluar dari kamar Abadi. Ia terus menggigit bibir bawahnya kala benda pipih itu menempel di telinganya. Ia memilih pergi ke taman belakang rumahnya untuk membicarakan hal penting dengan seseorang yang tengah ia telpon.
"......."
"Jadi masih lama lagi?"
"......."
"Tiga jam itu lama menurut gue! Lagian lo kerja lelet banget sih!"
"......."
"Tadi juga lo bilang kalau paket itu udah ada kalau gue udah pulang sekolah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Teen FictionLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...